ceritaku

Rabu, 10 Juni 2015

Pengalaman UAS semester IV.

Hello, guys.. Nama saya “Deybi Julianti Napitu” sekarang saya mau berbagi pengalaman saat UAS. Ya.. Saat ini saya sekarang semester IV tingkat II. Sebenarnya kita UAS mulai tanggal 0811 juni 2015. Tetapi saya untuk UAS hari pertama dan kedua engga ikutan . Karena kebutal saya mengikuti tugas penelitian dari perwakilan BKKBN Prov.banten. Jadi saya lebih fokus untuk tugas BKKBN dulu. 
Dua hari pun terlewati, yaaa cukup lelah sih, tapi seru juga!! Stay di kampus pagi pulangnya malem. *capee dan lelah but so far so happy* Hari ketiga tepat tanggal 10 juni 2015 saya mengikuti ujian. 
Malemnya belajar sampe larut malem untung ada *Embu temen yang setia nemenin , belajar bareng! Hehehe.. 
Pagi jam 08.00 siap tembur!! Soal kegawatdaruratan ada didepan mata. Yaa,, sebisanya dikerjain. Walau ada sedikit yang membuat bingung dan bahkan mentok, engga tau mau jawab apa gitu! Hahhaaa.. :D
Next, mata kuliah neonatus, Puji Tuhan lancar, semoga hasilnya memuaskan. *amin!!
#semangat ujian and good luck!!

Selasa, 05 Mei 2015

edmodo itu apa sihh?? :)



Hii. Teman-teman, nama saya “deybi julianti napitu” saya salah satu mahasiswi akbid bina husada tangerang. Sekarang sayang semeter IV tingkat II. Hari ini saya mau posting tentang “EDMODO” :)
 Apa itu edmodo? mungkin tanggapan itu yang bakalan teman-teman berikan ketika teman-teman membaca postingan saya kali ini. Kali ini saya bakalan memberikan informasi tentang pengalaman saya menggunakan edmodo.
Edmodo adalah sebuah jejaring sosial yang lebih sering digunakan untuk prosese pembelajaran,berarti dapat dikatakan bahwa edmodo ini sebuah aplikasi untuk belajar jarak jauh yang berbasis online dan dapat diaksese dimana aja. Hmm,berarti edmodo berguna banget ya!!
Kemudian setiap ada tugas yang diberikan kita bisa langsung mengirim ke edmodo dan bisa langsung share ke teman-teman dan guru yang mengajar kita. Mungkin bagi beberapa orang termasuk UC Onliners, nama edmodo masih asing di telinga kita. Namun bagi siswa atau orang tua yang mempunyai anak yang sekolah di based technology learning pasti mengetahui apa itu edmodo.
Tujuan utamanya adalah membuat edmodo sebagai alat media sosial yang membantu menghubungkan guru dan murid di setiap sekolah juga memastikan mereka terhubung di seluruh dunia. Mari kita simak apa yang Nic katakan untuk semua yang telah dicapainya.
Apa yang membuat edmodo berbeda ?
kelebihan untuk guru/dosen maupun murid/mahasiswa, diantara lain :
1. Akses Mobile - edmodo mudah diakses dimana saja menggunakan gadget yang anda miliki. Telah tersedia di iphone maupun android. Melalui browser apapun yang anda gunakan. Menciptakan lingkungan pembelajaran kapanpun dimanapun
2. Management kelas yang lebih mudah– edmodo memberikan beberapa tool yang mempermudah memanage kelas, termasuk membuat grup, memberikan pekerjaan rumah, penilaian setiap individu, penanggalan dan juga perpustakaan.
3. Manfaat area/kota – edmodo memberikan berbagai kemudahan untuk menghubungkan sekolah dalam wilayah yang diinginkan sehingga tercipta komunikasi efektif dan tentu administrator yang bertugas mengaturnya.
Lalu seberapa unik edmodo dengan produk atau service lain ?
Banyak pengguna edmodo kami mengatakan betapa uniknya edmodo untuk tenaga pengajar. Saya pikir itulah yang membedakan kami dengan kompetitor lain. Kami memiliki 2 juta pengguna dan kebanyakan berasal dari guru yang memberikan saran kepada guru lain.
Ditujukan untuk siapa edmodo ?
Edmodo diciptakan untuk guru, murid maupun orang tua. Kita juga memiliki beberapa alat bantu untuk edmodo daerah. Edmodo tersedia untuk semua sekolah dan semua tingkatan kelas yang ada.
Apa pandangan anda tentang pendidikan di masa depan ?
Guru kelas menentukan bagaimana pendidikan di masa depan. Mereka adalah yang memimpin jalan pengajaran dan mereka lebih tahu dari siapapun tentang bagaimana mengajar lebih baik dari alat apapun yang ada di kelas. Saat kami memberikan pengajar kesempatan untuk terhubung dengan yang lain dan berbagi strategi. Koneksi antara guru dan murid adalah suatu hal yang krusial demi meningkatkan performa murid. Mereka juga adalah kunci dari inovasi kepada murid. Itulah yang kami lihat setiap hari dari edmodo.

Edmodo merupakan portal E-Learning yang sangat bermanfaat bagi pihak Dosen (Pengajar), Mahasiswa, Orang Tua. Nic Borg sebagai CEO Edmodo menjelaskan bahwa Edmodo merupakan situs yang digunakan oleh para guru, murid maupun orang tua untuk mempermudah proses pembelajaran secara online.
Mengenal Tentang Edmodo

Sebelum menluncurkan Edmodo, Nic Borg adalah seorang karwayan di Kaneland High School Maple Park. Selama 7 tahun ia melakukan riset software berbasis website untuk membantu tenaga pengajar disana. Tujuan utamanya adalah membuat edmodo sebagai alat media sosial yang membantu menghubungkan guru dan murid di setiap sekolah juga memastikan mereka terhubung di seluruh dunia. Mari kita simak apa yang Nic katakan untuk semua yang telah dicapainya.

Edmodo di buat karena alasan Nic Borg hidup di dunia yang terhubung di mana mahasiswa dan guru tergantung pada teknologi dan sumber daya online pada kehidupan juga pekerjaan sehari-hari. Nich Borg berkata "Ketika Jeff dan saya meluncurkan edmodo, tujuan awal kami adalah untuk mengembangkan ruang yang memungkinkan guru, siswa, dan sekolah agar diantara satu dengan yang lain lebih terhubung namun tetap menjaga murid aman dan terlindungi".

Apa yang mengacu Edmodo tetap bangkit, Nich Borg berkata "Karena saya menyukai dunia pendidikan. Edmodo memacu kelas yang lebih aman dan mudah untuk terkoneksi satu dengan yang lain, menawarkan sebuah platform yang berbasis real time untuk bertukar ide, konten dan mengakses pekerjaan rumah, nilai, juga informasi penting dari sekolah. Kami meluncurkan edmodo pada tahun 2008 dan kami bertanggung jawab penuh atas pertumbuhan edmodo. Semua fitur yang diimplementasikan adalah dari pengalaman tenaga pengajar di lapangan".

Edmodo bisa dijadikan konsep pembelajaran masa depan yang dimana guru kelas menentukan bagaimana pendidikan di masa depan dimana koneksi antara guru, pelajar maupun orang tua bisa saling terhubung dan tidak terbatas oleh jarak, proses pembelajaran bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja sesuai jadwal tertentu, ini akan meningkatkan kemudahan proses pengajaran agar lebih mandiri dan efesiensi tanpa harus bertatap muka langsung.

Rabu, 15 April 2015

preeklamsia, eklamsia, syok



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pada kehamilan, memiliki kompetensi pada kematian, sehingga angka kematian ibu (AKI) semakin meningkat. Salah satu penyebab utama kematian dinegara berkembang kurang lebih 15-20% dari seluruh angka kematian maternal. Maka pemerintah mengadakan program upaya meningkatkan kesehatan ibu dengan menurunkan angka kematian ibu. Target pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) Tahun 2015 dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia (depkes, 2010).
Dari target MDGs 102 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH), pada tahun 2012 AKI telah mengalami penurunan dari 359 per 100.000 menjadi 118 per 100.000 KH. (depkes, 2010).
Angka kematian maternal d Iindonesia adalah 4,5 per juta penduduk, tertinggi diantara Negara-negara ASEAN salah satu penyebab kematian tersebut adalah preeklamsia-eklamsia yang bersama infeksi, perdarahan dan syok diperkirakan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal.
Faktor yang mempengaruhi permasalahan dalam kehamilan didapatkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia tahun 2001 menunjukkan bahwa 89,5% kematian ibu di Indonesia terjadi akibat komplikasi kehamilan, persalinan dan masa nifas dan 10,5% terjadi karena penyakit yang memperburuk kondisi ibu, insiden preeklamsi berat 2,61%, eklampsia 0,84%. Hasil SKRT tahun 2001 juga menunjukkan bahwa proporsi kematian ibu tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lebih dari 34 tahun dan melahirkan lebih dari tiga kali (18,4 %). Kasus kematian ibu terutama terjadi akibat komplikasi perdarahan (34,3%), keracunan kehamilan (23,7%). Kasus perdarahan yang paling banyak adalah perdarahan post partum (18,4%). Kasus kematian karena penyakit yang memperburuk kesehatan ibu hamil, terbanyak adalah penyakit infeksi (5,6%) serta ketidakmampuan dan / atau kelalaian tenaga kesehatan (5,6%) (Yuliana Misar,2012).
Beberapa hal yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu berpangkal pada kompleksnya permasalahan yang melatarbelakangi yaitu, terlalu muda atau terlalu tua untuk melahirkan, tidak melakukan pemeriksaan kehamilan dengan teratur. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian ibu, disebut sebagai determinan dekat yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi yang terjadi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas. Wanita yang hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi, baik komplikasi kehamilan maupun komplikasi persalinan, sedangkan wanita yang tidak hamil tidak memiliki risiko tersebut (Yuliana Misar,2012).
Jadi untuk pemecahan masalah dalam permasalahan persalinan yaitu dengan meningkatkan kompetensi / keahlian tenaga kesehatan, memperbantukan tenanga kesehatan yang professional ke desa-desa terpencil untuk berkolaborasi dengan tenaga non-profesional, kurangnya pencegahan infeksi dan kelalaian tenaga kesehatan dengan diberikan pelatihan dan praktik untuk aplikasinya, kemudian untuk meminimalkan permasalahan dalam persalinan, dilakukannya deteksi komplikasi secara dini dengan kunjungan ANC secara teratur dan berikan informasi untuk kunjungan ulang (Yuliana Misar,2012).
Dari uraian di atas maka penulis menjadikan kasus Kehamilan dengan eklamsia sebagai bahan studi kasus dengan judul “Laporan kasus kehamilan pada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia”.








1.2  Tujuan
1.2.1        Tujuan Umum
Membantu menangani komplikasi kehamilan pada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
1.2.2        Tujuan Khusus
Diharapkan setelah melakukan penanganan komplikasi kehamilan, penulis mampu:
1.      Melakukan pengkajian data pada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
2.      Menegakkan diagnosa dari pemeriksaan yang telah dilakukan pada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
3.      Membuat antisipasi masalah potensial dari hasil pemeriksaan Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
4.      Melakukan identifikasi kebutuhan tindakan segera pada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
5.      Membuat perencanaan untuk penanganan komplikasi kehamilan yang akan dilakukan terhadap Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
6.      Melaksanakan apa yang telah direncanakan untuk membantu menangani komplikasi kehamilan Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
7.      Melakukan evaluasi dari asuhan yang telah diberikan kepada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.







1.3  Manfaat Penulisan
Laporan ini dibuat agar dapat memberikan manfaat bagi :
1.3.1   Rumah bersalin (RB)
Diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai penanganan komplikasi kehamilan.

1.3.2   Pendidikan
Diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa kebidanan untuk mengetahui perilaku individu tentang perubahan patologi dalam kehamilan dan juga memberikan informasi tambahan kepada para pembaca.

1.3.3   Klien/Masyarakat
Diharapkan dapat mendeteksi komplikasi dini untuk kesejahteraan ibu pada kehamilan berikutnya serta menambah pengetahuan masyarakat mengenai penanganan komplikasi.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.      Preeklamsia dan eklamsia
2.1  Definisi
2.1.1   Preeklamsia
Pre-eklamsia adalah kondisi khusus dalam kehamilan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah (TD) dan proteinuria. Bisa berhubungan dengan kejang (eklamsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi restriksi pertumbuhan dan abrupsio plasenta. (Ester, 2006)
Pre-eklamsi adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, proteinuria dan edema yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke-3 pada kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya misalnya pada mola hidatidosa. (Rukiyah, 2010)
Preeklamsi adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias yaitu hipertensi, proteinuria, dan edema yang kadang-kadang disertai konvulsi sampai koma, ibu tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vascular atau hipertensi sebelumnya. (Rukiyah, 2010)
2.1.2   Eklamsia
Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas yang di tandai dengan adanya kejang dan atau koma,sebelumnya didahului oleh trias prekelmasi. (Tufan, 2010)






2.2    Penilaiaan Klinik

2.3    Tanda gejala

Gambar 2.1 tanda dan gejala preeklamsia dan eklamsia
2.3.1   Preeklamsia
Menurut Rukiyah (2010) tanda gejala preeklamsi yaitu :
1.    Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2.    Hipertensi
3.    Edema
4.    Proteinuria
2.3.2   Eklamsia
Menurut Tufan (2010) tanda gejala eklamsi yaitu :
1.    Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas
2.    Tanda-tanda preeklamsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
3.    Kejang-kejang atau koma
4.    Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ(buku eklamsia)

2.4    Klasifikasi hipertensi pada kehamilan
Klasifikasi kelompok kerja Tekanan Darah Tinggi pada kehamilan menurut Hata (2015) yaitu :
1.    Hipertensi Gestasional
Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu pasca persalinan.
2.    Preeklamsi
Kriteria minimum
Desakan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertei dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+
3.    Eklamsi
Kejang-kejang pada preeklamsi disertai koma
4.    Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi 
Timbulnya proteinuria ≥ 300 mg/24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu.

5.    Hipertensi kronik
Ditemukannya desakan darah ≥ 140/90 mmHg, sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.

2.5    Faktor yang mempengaruhi
Faktor yang mempengaruhi preeklamsi dan eklamsi menurut Hata (2015) yaitu :
1.    Risiko yang berhubungan dengan partner laki
a.       Primigravida
b.      Primipaternity
c.       Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan
d.      Laki-laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan mengalami  preeklamsi.
e.       Pemaparan terbatas terhadap sperma.
f.       Inseminasi donor dan donor oocyte
2.    Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga
a.       Riwayat pernah preeklamsi
b.      Hipertensi kronik
c.       Penyakit ginjal
d.      Obesitas
e.       Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe 1
f.       Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia
3.    Risiko yang berhubungan dengan kehamilan
a.       Mola hidatidosa  
b.      Kehamilan ganda
c.       Infeksi saluran kencing pada kehamilan
d.      Hydrops fetalis


2.6    Diagnosa
Menurut Tufan (2010) untuk menegakkan diagnose, memerlukan :
1.    Adanya proein dalam urine
2.    Fungsi organ hepar, ginjal, dan jantung
3.    Fungi hematologi / homeostatis

2.7  Komplikasi
Komplikasi menurut Rukiyah (2010) yang terberat adalah kematian ibu dan janin. komplikasi yang biasanya terjadi pada pre eklamsi berat dan eklamsi
a.     Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hypertensi akut dan lebih sering terjadi pada preeklamsi
b.    Hiperpibrinogenemia. Pada pre-eklamsia berat zuspan ( 1978) menemukan 23% hipofibrinogemia, maka dari itu penulis menganjurkan pemeriksaan fibrinoghen secara berkala.
c.     Homeolisi. Penderita dengan preeklamsi berat kadang-kadang menunjukan gejala klinik homeolisi yang dikenal karena icterus.
d.    Pendarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal dan penderita eklamsia.
e.     Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara
f.     Edema paru-paru. Zuspan ( 1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus eklamsia karena parah jantung
g.    Sindrom HELLP yaitu hameolisi, elevated libverenzyms dan low platet
h.    Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma selendotel tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. kelainan yang timbul ialah anuria sampai gagal ginjal
i.      Komplikasi lain. Lidah tergigit ,trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang penomonia aspiratip
j.      Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterine



2.8  Pecegahan
2.8.1   Preeklamsia
Pencegahan preeklamsia menurut Hata (2015) dapat dicegah dengan 2 metode yaitu :
Pencegahan dengan non medikal
1.    Restriksi garam : tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklamsi.
2.    Suplementasi diet yang mengandung :
a.    Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PŲFA
b.     Antioksidan : vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine, asam lipoik.
c.    Elemen logam berat : zinc, magnesium, calcium.
3.    Tirah baring tidak terbukti :
a.    Mencegah terjadinya preeklamsi
b.    Mencegah persalinan preterm
Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklamsi.
Pencegahan dengan medikal
1.    Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi bahkan memperberat hipovolemia
2.    Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi
3.    Kalsium : 1500 –  2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklamsi, meskipun belum terbukti bermanfaat untuk mencegah  preeklamsi.
4.    Zinc : 200 mg/hari
5.    Magnesium : 365 mg/hari
6.    Obat anti thrombotik :
a.    Aspirin dosis rendah : rata2 dibawah 100 mg/hari, tidak terbukti mencegah  preeklamsi.
b.    Dipyridamole
7.    Obat-obat : vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N- Acetylcysteine, 8.
8.    Asam lipoik. **
pencegahan medical diatas merupakan evidence medicine practice(yang sering dikerjakan) akan tetapi belum terbukti memberikan manfaat secara EBM
2.8.2   Eklamsia
Menurut Tufan (2010) penanganan eklamsia yaitu :
1.    Terapi medika mentosa sama seperti pengobatan preeklamsia berat kecuali bila timbul kejan diberikan 4gr 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8gr secara IM dan sediakan kalsium glukonase 1gr dalam 10 ml sebagai antidotum. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang maka diberikan amobarbital/thiopental 3-5 mg/kgBB/IV perlahan-lahan
2.    Perawatan bersama : konsul bagian saraf, penyakit dalam / jantung, mata, anestesi dan anak
3.    Perawatan pada serangan kejang: dikamar isolasi yang cukup terang /ICU
Pengobatan obstertik
1.    Apabila pada pemeriksaan, syarat-syarat untuk mengakhiri persalinan pervagina dipenuhi maka persalinan tindakan dengan trauma yang minimal
2.    Apabila penderita sudah inpartu pada fase aktif langsung dilakukan amniotomi lalu diikuti partograf. bila ada kemacetan dilakukan seksiosesar
3.    Tindakan seksiosesar dilakukan pada keadaan :
a.    Penderita inpartu
b.    Fase laten
c.    Gawat janin


Cara pemberian Diazepam pada pre eklamsia dan eklamsi
a.    Dosis awal
Diazevam 10mg 4 IV pelan-pelan selama 2 menit. Jika kejang berulang ,ulangi dosis awal
b.    Dosis pemeliharaan
Diazevam 40mg dalam 500ml larutan LR/ inpus. Depresi pernafasan ibu, mungkin terjadi jika dosis> 30mg/jam. Jangan diberikan> 100mg /24 jam
c.    Jika pemberian IV tidak mungkin diazevam dapat diberikan perektal, dengan dosis 20 mg dalam seprit 40 ml tanpa jarum
d.   Jika konfulsi tidak teratasi dalam 10 menit, berikan tambahan 10 mg /jam atau lebih, bergantung BB pasien dan respon klinis

Cara pemberian magnesium sulfat pada pre-eklamsi dan eklamsi
1.    Dosis awal : 4 gram MgS04 IV ( 20% dalam 20 cc ) selama 5 menit. Segera di lanjutkan dengan pemberian 10 gram larutan MgS04 40% , masing – masing 5 gram bokong kanan dan 5 gram bokong kiri , ditambah 1ml lignokain 2% pada sepuit yang sama. Pasien akan merasa agak panas sewaktu pemberian MgS04, dapat juga di berikan secara per drip untuk 4-6 jam.
2.    Dosis pemeliharaan : 1-2 gram perjam per infus. lanjutkan MgS04 sampai 24 jam pascapersalinan atau kejang terakhir.

Syarat – syarat pemberian MgS04
a.    Harus tersedia antidotum MgS04, bila terjadi intoksikasi yaitu calcium gluconas 10% = 1 gram ( 10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.
b.    Reflex patella positif kuat
c.    Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
d.   Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc / kg BB / jam )
MgS04 di hentikan bila
a.    Ada tanda – tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi , reflex fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot – otot pernapasan karena ada serum 10 U  magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Reflex fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12 -15 mEq / liter terjadi kematian jantung.
b.    Bila timbul tanda – tanda keracunan magnesium sulfat
Hentikan pemberian magnesium sulfat
Berikan calcium gluconase 10% 1 gram ( 10 % dalam 10 cc ) secara IV dalam waktu 3 menit.
Berikan oksigen.
Lakukan pernapasan buatan
Magnesium sulfatdihentikan juga bila setelah 4 jam pascapersalinan sudah terjadi perbaikan( normotensif).

B.       Syok
2.1  Definisi
Syok merupakan kegagala system sirkulasi untuk mempertahanka perfusi yang adekuat ke organ-organ vital. Syok merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa dan membutuhkan tindakan segera da intensif. (IBI, 2012)

Syok atau renjatan dapat merupakan keadaan terdapatnya pengurangan yang sangat besar dan tersebar luas pada kemampuan pengangkutan oksigen serta unsur- unsur gizi lainnya secara efektif ke berbagai jaringan. (fitria, 2010)





2.2  Jenis-jenis Syok
Menurut syifaana (2014) jenis-jenis syok yaitu:
1.    Syok Hipovolemik
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik  berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia shock pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock  perdarahan paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena translokasi cairan. Adapun penyebabnya adalah :
a.    Perdarahan
b.    Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
c.    Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare, muntah, obstruksi usus dan lain-lain.
2.    Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel, yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan. Ventrikel kiri gagal bekerja sebagai pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung yang memadai untuk mempertahankan perfusi jaringan. Syok kardiogenik dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpai adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung, kelainan katub atau sekat jantung. Adapun penyebabnya adalah :
a.    Aritmia
b.    Bradikardi / takikardi
c.    Gangguan fungsi miokard
d.   Infark miokard akut, terutama infark ventrikel kanan
e.    Penyakit jantung arteriosklerotik
3.    Syok Septik
Syok septic merupakan syok yang disertai adanya infeksi (sumber infeksi). Syok ini terjadi karena  penyebaran atau invasi kuman dan toksinnya di dalam tubuh yang berakibat vasodilatasi. Pada syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi  jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman. Pasien-pasien sepsis dengan volume intravaskuler normal atau hampir normal, mempunyai gejala takikardia, kulit hangat, tekanan sistolik hampir normal, dan tekanan nadi yang melebar. Syok septik dapat disebabkan oleh infeksi bakteri gram negatif 70% (Pseudomonas auriginosa, Klebsiella, Enterobakter, E. choli, Proteus). Infeksi bakteri gram positif 20-40% (Stafilokokus aureus, Stretokokus, Pneumokokus), infeksi jamur dan virus 2-3% ( Dengue Hemorrhagic Fever, Herpes viruse), protozoa (Malaria falciparum).
4.    Syok Neurogenik Syok neurogenik adalah syok yang terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Syok neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari syok distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf seperti trauma kepala, cidera spinal, atau anastesi umum yang dalam. Pada syok neurogenik terjadi gangguan perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistem saraf simpatis sehingga terjadi vasodilatasi, misalnya trauma pada tulang belakang, spinal syok. Adapun penyebabnya antara lain :
a.    Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia (syok spinal).
b.    Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri hebat pada fraktur tulang.
c.    Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat anestesi spinal/lumbal.  
d.   Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).  
e.    Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
5.    Syok Anafilaksis Adalah suatu reaksi anafilaksis berat yang disertai dengan insufisiensi sirkulasi. Anafilaksis merupakan kondisi alergi di mana curah jantung dan tekanan arteri seringkali menurun dengan hebat. Adapun penyebabnya adalah :
a.    Makanan : kacang, telur, susu, ikan laut, buah.
b.    Allergen immunotherapy
c.    Gigitan atau sengatan serangga
d.   Obat-obat : penicillin, sulpha, immunoglobin (IVIG), serum, NSAID
e.    Latex
f.     Vaksin
Anafilaksis idiopatik : anafilaksis yang terjadi berulang tapa diketahui  penyebabnya meskipun sudah dilakukan evaluasi/observasi dan challenge test, diduga karena kelainan pada sel mast yang menyebabkan pengeluaran histamine.
Tablel 2.1 Klasifikasi perdarahan
Kelas
Jumlah Perdarahan
Gejala Klinik
I
15% (Ringan)
Tekana darah dan nadi normal
Tes Tilt (+)
II
20-25% (sedang)
Takikardi-Takipnea
Tekanan nadi < 30 mmHg
Tekanan darah sistolik rendah
Pengisian  darah kapiler lambat
III
30-35% (Berat)
Kulit dingin, berkerut, pucat
Tekanan darah sangat rendah
Gelisah
Oliguria (<30 ml/jam)
Asidosis metabolic (pH < 7.5)
IV
40-45% (sangat berat)
Hipertensi berat
Hanya nadi karotis yang teraba
Syok ireversibel

2.3  Etiologi
Menurut saifuddin (2012) terjadinya syok dalam kebidanan yang terbanyak adalah pada kasus gawat darurat obstetric biasanya perdarahan (syok hipovolemik), kemudian sepsis (syok septic), gagal jantung (syok kardiogenik), rasa nyeri (syok neurogenik), alergi (syok anafilaktik).

2.4  Patofisiologi
Menurut Syifaana (2014) patofisiologi syok yaitu :
Syok merupakan hasil dari kegagalan sistem sirkulatori untuk mengantarkan oksigen (O2) yang cukup ke jaringan tubuh secara normal atau berkurangnya konsumsi O2. Mekanisme umum patofisiologi dari jenis syok yang berbeda-beda hampir sama kecuali kejadian awalnya.
Syok hipovalemik dikarakteristik oleh defisiensi volum intravaskular karena kekurangan eksternal atau redistribusi internal dari air ekstraselular. Syok tipe ini dapat diperburuk oleh hemorrhage, luka bakar, trauma, operasi, obstruksi intestinal, dan dehidrasi dari hilangnya cairan, pemberian yang berlebihan dari diuretik loop, dan diare serta mual yang parah. Hipovalemia relatif terhadap syok hipovalemik dan terjadi selama vasodilatasinya signifikan. Yang disertai dengan anafilaksis, sepsis, dan syok neurogenik.
Penurunan tekanan darah (blood pressure BP) dikompensasikan oleh meningkatnya aliran keluar simpatetik, aktivasi renin-angiotensin, dan faktor humoral lainnya yang menstimulasi vasokontriksi periferal. Akibatnya, vasokontriksi mendistribusikan kembali darah ke kulit, otot skelet, ginjal, dan jalur gastrointestinal (GI) menuju organ vital (contoh jantung, otak) dalam halnya menjaga oksigenasi, nutrisi, dan fungsi organ.

2.5    Mekanisme Syok
Menurut Syifaana (2014) ada 3 tahap dalam mekanisme terjadinya syok, yaitu:


1.    Tahap non progresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-angiotensin, pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum. Efek akhirnya adalah takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal. Pembuluh darah jantung dan otak kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah dan  pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ vitalnya.
2.    Tahap progresif
Jika penyebab syok yang mendasar tidak diperbaiki, syok secara tidak terduga akan  berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi aerobic intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat yang berlebihan. Asidosis laktat metabolic yang diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan mengumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul dalam mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi sel endotel juga berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC. Dengan hipoksia jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami kegagalan. Secara klinis  penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran urine menurun.
3.    Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible. Jelas sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisosom, yang semakin memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit oksida. Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hampir secara pasti menimbulkan kematian.
2.6    Diagnosis
Menurut Syifaana (2014) untuk dapat menegakkan diagnose perlu memperhatikan :
1.    hipotensi (SBP kurang dari 90 mmHg), indeks jantung menurun (CI kurang dari 2,2 mL/menit/m2), takikardia (denyut jantung, [heart rate, HR] lebih besar dari 100 denyut/menit), dan urin yang dikeluarkan sedikit (kurang dari 20 mL/jam).
2.    Evaluasi BP dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop menjadi tidak akurat pada saat syok.
3.    Dua nilai yang diukur pertama adalah gas darah arteri yang menghasilkan tekanan dari karbon dioksida (PaCO2) dan SaO2.
4.    Fungsi ginjal dapat diestimasi secara keseluruhan dengan pengukuran keluarnya urin  per jam tetapi estimasi bersihan kreatinin serum yang terisolasi secara analitik penderita yang sakit akan memberikan hasil eror. Penurunan perfusi renal dan pelepasan aldosteron sebagai akibat dari retensi natrium dan kemudian rendahnya natrium urin (UNa kurang dari 30 mEq/L).

2.7    Tanda dan Gejala
Menurut IBI (2012) tanda gejala syok antara lain :
1.    Nadi cepat dan lemah (110 permenit atau lebih)
2.    Tekanan darah yang rendah (sistolik kurang dari 90 mmHg)
3.    Pucat (khususnya pada kelompak mata bagian dalam, telapak tangan, atau sekitar mulut)
4.    Keringat atau kulit yang terasa dingin dan lembab
5.    Pernapasan yang cepat (30 kali permenit atau lebih)
6.    Gelisah, bingung, atau hilangnya kesadaran.
7.    Urine yang sedikit (kurang dari 30 ml per jam).



2.8    Komplikasi
Komplikasi akibat dari penanganan yang tidak adekuat dapat menyebabkan asidosis metabolik akibat metabolisme anaerob yang terjadi karena kekurangan oksigen. Hipoksia atau iskemia yang lama pada hipofise dan ginjal dapat menyebabkan nekrosis hipofise dan gagal ginjal akut. Koagulasi intravaskular yang luas disebabkan oleh lepasnya tromboplastin dari jaringan yang rusak. Kegagalan jantung akibat berkurangnya aliran darah koroner dalam fase ini kematian mengancam. Transfusi darah saja tidak adekuat lagi dan jika penyembuhan (recorvery) fase akut terjadi, sisa-sisa penyembuhan akibat nekrosis ginjal atau hipofise akan timbul. (Prawirohardjo, 2006)

2.9    Penatalaksanaan
Menurut IBI (2012) prinsip dasar penanganan syok terdiri atas menstabilkan kondisi pasien, memperbaiki volume cairan sirkulasi darah, mengefisiensikan system sirkulasi darah dan setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.
2.9.1.   Penanganan Awal Syok
a.    MINTALAH BANTUAN. Segera mobilisasi seluruh tenaga yang ada dan siapkan fasilitas tindakan gawatdarurat.
b.    Lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas.
c.    Pantau tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu tubuh).
d.   Baringkan ibu tersebut dalam posisi miring untuk meminimalkan resiko terjadinya aspirasi jika ia muntah dan untuk memastikan jalan napasnya terbuka.
e.    Jagalah ibu tersebut tetap hangat tetapi jangan teralalu panas karena hal ini akan menambah sirkulasi perifernya dan mengurangi aliran darah ke organ vitalnya.
f.     Naikkan kaki untuk menambah jumlah darah yang kembali ke jantung.

2.9.2.      Penanganan Khusus
a.    Mulailah infus intravena (lakukan pemeriksaan secara tepat keadaan umum ibu dan harus dipastikan bahwa jalan napas bebas jika memungkinkan) dengan menggunakan kanul atau jarum terbesar). Darah diambil sebelum pemberian cairan infus untuk pemeriksaan golongan darah dan uji kecocokkan, pemeriksaan hemoglobin, dan hematokrit. Jika memungkinkan pemeriksaan darah lengkap termasuk trombosit, ureum, kreatinin, pH darah dan elektrolit, faal hemostatis dan uji pembekuan.
b.    Jika vena perifer tidak dapat dikanulasi lakukan venous cut-down.
c.    Pantau terus tanda-tanda vital setiap 15 menit dan darah yang hilang. Apabila kondisi pasien membaik, hati-hati agar tidak berlebihan memberi cairan. Napas pendek dan pipi bengkak merupakan tanda kemungkinan kelebihan pemberian cairan.
d.   Lakukan kateterisasi kandung kemih dan pantau cairan yang masuk dan jumlah urin yang keluar.
e.    Berikan oksigen dengan kecepatan 6–8 liter/menit dengan sungkup atau kanula hidung.
2.9.3.      Terapi obat-obatan
a.    Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah.
b.    Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan-pelan. Cara kerjanya masih kontroversial, dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan kerja jantung dan meningkatkan perfusi jaringan.
c.    Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
d.   Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.
e.    Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama
f.     Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% IV infuse pelan-pelan
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN PADA IBU HAMIL DENGAN EKLAMSI

Tempat                        : RB Kita
Tgl masuk                    : 06 Maret 2015 pukul 10.00 WIB
Tgl Pengkajian            : 06 Maret 2015 pukul 10.00 WIB


Data subjektif : Ny. S usia 37 tahun datang pada tanggal 6 Maret 2015 jam 10.00 WIB diantar oleh suami dan keluarga, ibu datang dengan kejang, mata menonjol, terbuka tanpa melihat, tangan bergetar dan mengepal, seluruh otot-ototnya berkontraksi dengan cepat, mulut membuka dan menutup, dari mulut keluar ludah yang berbusa, suami mengatakan ibu kejang sejak 2 menit yang lalu, sebelum terjadi kejang ibu mengeluh nyeri kepala hebat, pandangan kabur dan nyeri ulu hati, suami Ny. S mengatakan istrinya tidak mempunyai penyakit keturunan diabetes, sebelum hamil isterinya tidak mempunyai penyakit apapun dan saat hamil muda pun isterinya tidak pernah mengalami kejang seperti saat ini, suami Ny. S mengatakan istrinya hamil 8 bulan dengan HPHT 10 Juli 2014 TP 17 April 2015 dan suami mengatakan ini kehamilan yang ke-4, sudah memiliki 3 orang anak dan belum pernah keguguran, suami Ny.S mengaku istrinya sering mengatakan bahwa janinnya sering bergerak dan saat janinnya bergerak tidak merasakan sakit.

Data objektif : keadaan umum: kejang, kesadaran: sopor, TD: 160/140 mmHg, Suhu: 39,50C, Nadi: 110 x/menit, Respirasi: 40 x/menit. Pemeriksaan wajah: terlihat kaku, pucat, dan terdapat oedema. Mata: bola mata menonjol, oedema pada kelopak mata. Mulut: mengeluarkan ludah berbusa. Leher: kaku, tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, tumor tidak ada. Jantung: frekuensi cepat. Payudara: simetris, hiperpygmentasi pada areola, kolostrum (-). Ekstremitas: tungkai simetris, tangan mengepal dan bergetar, pada kaki dan tangan oedema (+). Perut: membesar dengan arah melebar, linea nigra(+), strie alba(+), kelainan tidak ada. Pemeriksaan palpasi TFU 27cm, Leopold I FU terisi lunak, kurang bulat, tidak melenting (bokong), Leopold II kanan teraba satu tahanan, panjang keras seperti papan (punggung) kiri teraba bagian-bagian kecil (ekstremitas), Leopold III bagian bawah terisi bulat, keras, melenting (kepala), Leopold IV tangan divergen. Tafsiran Berat Janin TBJ: (27-13)x155 = 14x155 = 2.170 gram. Pemeriksaan auskultasi DJJ dengan punctum maksimum berada di kuadran kanan 2 jari bawah pusat frekuensi 165 x/menit. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan urine protein (++++), HCG (+). USG(+) pada tanggal  20 Januari 2015 dengan hasil janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala berjenis kelamin laki-laki.

Assesment : diagnose Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia. Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala, punggung kanan, belum masuk PAP. Dasarnya ibu mengatakan bernama Ny. S usia 37 tahun, hamil yang ke-4 pernah melahirkan 3 kali dan belum pernah keguguran. Usia kehamilan dari haid terakhir tanggal 10 Juli 2014 sampai kunjungan saat ini tanggal 06 Maret 2015 adalah 34 minggu 1 hari. Ibu datang dengan kejang, mata menonjol, terbuka tanpa melihat, tangan bergetar dan mengepal, seluruh otot-ototnya berkontraksi dengan cepat, mulut membuka dan menutup, dari mulut keluar ludah yang berbusa, suami mengatakan ibu kejang sejak 2 menit yang lalu, sebelum terjadi kejang ibu mengeluh nyeri kepala hebat, pandangan kabur dan nyeri ulu hati. Pemeriksaan keadaan umum: kejang, kesadaran: sopor, TD: 160/140 mmHg, Suhu: 39,50C, Nadi: 110 x/menit, Respirasi: 40 x/menit, terdapat oedema pada wajah dan ekstremitas (kaki dan tangan), Pemeriksaan palpasi TFU 27cm, Leopold I FU terisi lunak, kurang bulat, tidak melenting (bokong), Leopold II kanan teraba satu tahanan, panjang keras seperti papan (punggung) kiri teraba bagian-bagian kecil (ekstremitas), Leopold III bagian bawah terisi bulat, keras, melenting (kepala), Leopold IV tangan divergen. Tafsiran Berat Janin TBJ: (27-13)x155 = 14x155 = 2.170 gram. Pemeriksaan auskultasi DJJ dengan punctum maksimum berada di kuadran kanan 2 jari bawah pusat frekuensi 165 x/menit. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan urine protein (++++). Potensial masalah ibu: gangguan pernafasan dan perdarahan di otak sedangkan potensial masalah pada janin: hipoksia intrauterine dan prematuritas. Tindakan segera yang harus dilakukan yaitu bebaskan jalan nafas dengan memasangkan tong spatel pada mulut ibu agar lidah tidak tergigit dan jalan nafas bisa terbuka, beri oksigen 4-6 liter/menit, baringkan pasien pada sisi kiri dengan posisi trendelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi, kolaborasi dengan dokter Sp,OG dalam memberikan therapy selanjutnya.

Penatalaksanaan :
1.      Memberitahukan keluarga hasil pemeriksaan ibu saat ini bahwa keadaan umum: kejang, kesadaran: sopor, TD: 160/140 mmHg, Suhu: 39,50C, Nadi: 110 x/menit, Respirasi: 40 x/menit, Usia kehamilan 34 minggu 1 hari, Tafsiran Berat Janin TBJ: (27-13)x155 = 14x155 = 2.170 gram. Pemeriksaan auskultasi DJJ frekuensi 165 x/menit. Keluarga telah mengetahui hasil pemeriksaan.
2.      Membuat informed consent untuk diisi oleh keluarga sehingga tindakan yang akan dilakukan telah mendapatkan persetujuan dari suami dan keluarga. Suami telah mengisi dan menandatangani informed consent tanpa paksaan.
3.      Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp,OG untuk pemberian therapy selanjutnya. Kolaborasi telah dilakukan dan dokter memberikan instruksi agar pasien diberikan 4gr 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8gr secara IM dan sediakan kalsium glukonase 1gr dalam 10 ml sebagai antidotum, pasang infuse dekstran 5% dengan tetesan 20 tetes/menit. Pasien telah diberikan therapy sesuai instruksi dokter dengan hasil kejang berkurang.
4.      Memasangkan kateter untuk mengetahui dieresis dan untuk menentukan protein dalam air kencing secara kuantitatif. Kateter telah dipasangkan dan langsung dilakukan pemeriksaan protein urine dengan hasil (++++).
5.      Menganjurkan keluarga untuk membantu mengatur posisi ibu dengan kaki sedikit lebih tinggi dari pada kepala untuk mengeluarkan lendir yang menghambat jalan nafas ibu dan selanjutnya posisikan miring kiri dan kanan tiap jam untuk menghindari rasa pegal pada ibu, keluarga telah mengerti dan mampu melaksanakannya dan hasilnya lendir dapat keluar.
6.      Memantau perkembangan yang adekuat dan ukur keseimbangan cairan, kateterisasi urin, observasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan DJJ per 30 menit, suhu dan reflek setiap jam agar tidak terjadi kejang berulang sebelum ibu sampai ditempat rujukan. Hasil observasi tidak terjadi kejang berulang.
7.      Memberikan ibu dan keluarga motivasi berupa dukungan dan semangat emosional pada ibu bahwa ibu akan baik-baik saja selama dalam pengawasan dan senantiasa berdo’a. ibu dan keluarga merasa lebih tenang dan slalu berdo’a.
8.      Memberitahukan ibu dan keluarga bahwa saat ini ibu harus segera dirujuk agar ibu mendapatkan penanganan yang lebih intensif. Ibu dan keluarga bersedia dan mau untuk dirujuk.
9.      Membuat informed consent untuk diisi oleh keluarga sehingga tindakan yang akan dilakukan telah mendapatkan persetujuan dari suami dan keluarga yaitu tindakan untuk merujuk ke RS. Suami telah mengisi dan menandatangani informed consent tanpa paksaan.
10.  Menyiapkan manajemen rujukan berupa BAKSOKU. B: bidan, bidan mengantarkan Ny.S ke RS, A: alat, alat resusitasi berupa ambu bag, oksigen, standar infuse dan cairan infuse sudah terpasang, spignomanometer, thermometer, dan Doppler telah siap untuk dibawa agar kondisi ibu tetap terpantau selama perjalanan menuju RS, K: kendaraan, kendaraan yang dipakai ambulance dari RB Kita, S: surat, surat rujukan telah dibuat dan sudah lengkap, O: obat, obat yang dibawa yaitu MgSO4, Lignokain, dan Kalsium Glukonase, K: keluarga, keluarga dan suami sudah siap mengantarkan Ny.S ke RS, keluarga juga ikut mempersiapkan membantu mengikat tubuh ibu dengan kain panjang agar posisi ibu baik dan ibu tidak jatuh saat perjalanan rujukan jika kejang berulang, U: uang, uang sudah siap atas pernyataan suami Ny S.  Manajemen rujukan telah siap dan sudah dalam perjalanan.
11.  Mendokumentasikan hasil pemeriksaan dan asuhan yang telah diberikan dalam SOAP. Pendokumentasian telah dilakukan.


























BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini, kami akan membahas laporan kasus yang telah dilakukan dengan metode perbandingan teori dan kasus. Disini kami akan melakukan analisa laporan kasus persalinan pada Ny. S usia 37 tahun G4P3AO Hamil 34 minggu 1 hari dengan eklamsia.
Pengertian eklamsia menurut Tufan (2010) adalah kelainan akut pada wanita hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih atau pada masa nifas yang di tandai dengan adanya kejang dan atau koma,sebelumnya didahului oleh trias prekelmasi. Sesuai dengan teori bahwa ibu mengalami kejang, hipertensi, protein urine dan oedema.
Menurut Tufan (2010) tanda gejala eklamsia meliputi : Kehamilan lebih 20 minggu atau persalinan atau masa nifas, Tanda-tanda preeklamsia (hipertensi, edema, dan proteinuria), Kejang-kejang atau koma, Kadang-kadang disertai gangguan fungsi organ. Sesuai dengan kasus bahwa tanda gejala yang ibu rasakan meliputi kejang, mata menonjol, terbuka tanpa melihat, tangan bergetar dan mengepal, seluruh otot-ototnya berkontraksi dengan cepat, mulut membuka dan menutup, dari mulut keluar ludah yang berbusa, suami mengatakan ibu kejang sejak 2 menit yang lalu, sebelum terjadi kejang ibu mengeluh nyeri kepala hebat, pandangan kabur dan nyeri ulu hati, TD: 160/140 mmHg, Suhu: 39,50C, Nadi: 110 x/menit, Respirasi: 40 x/menit, terdapat oedema pada wajah dan ekstremitas (kaki dan tangan), Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan urine protein (++++).
Dokter memberikan instruksi agar pasien diberikan 4gr 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8gr secara IM dan sediakan kalsium glukonase 1gr dalam 10 ml sebagai antidotum. Sesuai dari teori Tufan (2010) yaitu terapi medika mentosa sama seperti pengobatan preeklamsia berat kecuali bila timbul kejang diberikan 4gr 40% MgSO4 dalam larutan 10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8gr secara IM dan sediakan kalsium glukonase 1gr dalam 10 ml sebagai antidotum.

BAB V
PENUTUP

5.1    KESIMPULAN
Setelah kami melakukan pengkajian, ibu datang dengan kejang, mata menonjol, terbuka tanpa melihat, tangan bergetar dan mengepal, seluruh otot-ototnya berkontraksi dengan cepat, mulut membuka dan menutup, dari mulut keluar ludah yang berbusa, suami mengatakan ibu kejang sejak 2 menit yang lalu, sebelum terjadi kejang ibu mengeluh nyeri kepala hebat, pandangan kabur dan nyeri ulu.
Dilakukan pemeriksaan dengan hasil keadaan umum: kejang, kesadaran: sopor, TD: 160/140 mmHg, Suhu: 39,50C, Nadi: 110 x/menit, Respirasi: 40 x/menit. Pemeriksaan wajah: terlihat kaku, pucat, dan terdapat oedema. Mata: bola mata menonjol, oedema pada kelopak mata. Mulut: mengeluarkan ludah berbusa. Leher: kaku, tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid, tumor tidak ada. Jantung: frekuensi cepat. terdapat oedema pada wajah dan ekstremitas (kaki dan tangan). Tafsiran Berat Janin TBJ: (27-13)x155 = 14x155 = 2.170 gram. Pemeriksaan auskultasi DJJ dengan punctum maksimum berada di kuadran kanan 2 jari bawah pusat frekuensi 165 x/menit. Pemeriksaan laboratorium pemeriksaan urine protein (++++).

5.2    SARAN
Setelah mengetahui isi dari laporan, maka saran yang dapat kami sampaikan bagi :
1.      Tempat pelayanan kesehatan
Diharapkan dapat memberikan motivasi kepada ibu hamil dan keluarga untuk pemeriksaan kehamilan secara rutin agar komplikasi dapat diketahui dan ditangani secara dini.



2.      Pendidikan
Diharapkan dapat menambah reverensi dan pengetahuan kepada pembaca tentang asuhan kegawat daruratan pada ibu hamil agar dapat menangani pasien secara benar yang di temui di lapangan.
3.      Klien/masyarakat
Diharapkan dapat menjaga kehamilan dengan baik sehingga pada saat persalinan dapat ditangani dengan normal dan jika ada tanda bahaya segera hubungi tenaga kesehatan.























DAFTAR PUSTAKA

Mulai tanggal 11 Oktober 2010

Nama Koresponden Yuliana Misar, SKM,  2012

Cemy Nur Fitria, 2010

Redy hata, 2015

Aqilla Syifaana, 2014

IBI. 2012. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: TIM

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Ester, Monica.2006.Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Kehamilan.Jakarta:EGC

Tufan, Nugroho.2010.Kasus Emergency Untuk Kebidanan Dan Keperawatan. Yogyakarta:Nuha Medika