BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pendewasaan usia perkawinan PUP adalah
upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun
bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.
PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan
tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup
dewasa. Apabila seseorang gagal
mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak
pertama. Penundaan kehamilan dan kelahiran anak pertama ini dalam istilah KIE
disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun madu. Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian
dari program Keluarga Berencana Nasional. Program PUP akan memberikan dampak terhadap
peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total
Fertility Rate (TFR).
Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah
penduduk Indonesia 233 juta jiwa (Proyeksi Penduduk tahun 2000-2025, BPS, BAPPENAS,
UNFPA). Indonesia mengahadapi banyak masalah berkaitan dengan bidang
kependudukan yang dikhawatirkan akan menjadi masalah besar dalam pembangunan
apabila tidak ditanganin dengan baik. Sejalan dengan cita-cita mewujudkan
pembangunan yang berkelanjutan, maka sudah selayaknya kependudukan menjadi titik
sentral dalam perencanaan pembangunan. Permasalahan kependudukan pada dasarnya
terkait dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Undang – Undang
No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Keluarga Sejahtera telah mengamanatkan
perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas, dan pengarahan mobilitas
penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan
keetahanan nasional.
Salah satu program pembangunan yang
berkaitan dengan kependudukan adalah Program Keluarga Berencana yang bertujuan
untuk mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan
Usia Perkawinan (PUP). Pendewasaan usia perkawinan bertujuan untuk memberikan
pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga,
mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek ditinjau dari aspek kesehatan, ekonomi,
psikologi, dan agama. Program pendewasaan usia perkawinan di dalam
pelaksanaannya telah diintegrasikan dengan program Penyiapan Kehidupan
Berkeluarga Bagi Remaja (PKBR) yang merupakan salah satu program pokok
pembanguan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM 2010-2014).
1.2
Tujuan
1.2.1
Tujuan Umum
Meningkatkan
kesadaran dan pengetahuan remaja dan pengelola program PKBR tentang hak-hak
reproduksi pada remaja serta perlunya Pendewasaan Usia Perkawinan dalam rangka rewujudkan Tegar Remaja menuju
Tegar Keluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil,Bahagia Sejahtera.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Meningkatkan
pengetahuan pembina, pengelola remaja tentang Hak-Hak Reproduksi
b. Meningkatkan
pengetahuan pembina, pengelola remaja tentang Pendewasaan Usia perkawinan
c. Meningkatkan
pengetahuan pembina, pengelola remaja tentang Perencanaan Kehidupan Berkeluarga
bagi Remaja.
1.3
Sasaran
Dan Ruang Lingkup
1.3.1
Sasaran
Sasaran
yang terkait dengan buku ini adalah:
1. Pembina
dan Pengelola Program PKBR (Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan,
Kelurahan/Desa)
2. Remaja
1.4
Ruang
Lingkup
Ruang lingkup meliputi informasi
mengenai jenis dan pengertian Hak-Hak Reproduksi, masalah-masalah dalam
pemenuhan hak reproduksi bagi remaja dan materi Pendewasaan Usia Perkawinan
(perencanaan keluarga, persiapan ekonomi keluarga,kematangan psikologi berkeluarga,
dan menurut perspektif agama islam).
1.5 Pengertian dan Batasan
1. Program
KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui Pendewasaan
Usia Perkawinan, pengetahuan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mengwujudkan keluarga kecil, bahagia
dan sejahtera.
2. Kesehatan
Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem reprodusi
(fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja baik secar fisik maupun
mental, emosional dan spritual.
3. Remaja
(adolescent) adalah penduduk usia 10-19 tahun (WHO), Pemuda (youth) adalah
penduduk usia 15-24 tahun (UNFPA), orang muda (Young People) adalah penduduk
usia 10-24 tahun (UNFPA dan WHO), generasi muda (Young Generation) adalah
pendudk usia 12-24 tahun (Wolrld Bank), ramaja sebagai sasaran program PKBR
adalah penduduk usia 10-24 tahun.
4. Pendewasaan
usia perkawinan PUP adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan
mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. PUP
bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga
mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa.
Apabila sesorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya
penundaan kelahiran anak pertama.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan
Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan
pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun
bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. Batasan
ini dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan
emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. PUP bukan sekedar menunda
sampai usia tertentu saja, akan tetapi mengusahakan agar kehamilan pertama
terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan harus diusahakan apabila seseorang
gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan kelahiran anak pertama
harus dilakukan. Dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan
madu menjadi tahun madu.
Pendewasaan
usia perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional.
Program PUP memberikan dampak pada peningkatan umur kawin pertama yang pada
gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah Memberikan
pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga,
mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan
berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi
serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan PUP seperti ini
berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa. Program Pendewasaan Usia kawin dalam program
KB bertujuan meningkatkan usia kawin perempuan pada umur 21 tahun serta menurunkan kelahiran pertama pada usia ibu di
bawah 21 tahun menjadi sekitar 7% (RPJM 2010-2014).
2.2
Tren Usia Kawin di Indonesia
Hasil data SDKI tahun 2007
menunjuikkan median usia kawin pertama berada pada usia 19,8 tahun sementara
hasil SDKI 2002-2003 menunjukkan angka 19,2 tahun. Angka ini mengidinkasikan
bahwa separuh dari pasangan uisa subur di Indonesia menikah di bawah usia 20
tahun. Lebih lanjut data SDKI 2007
menunjukkan bahwa angka kehamilan dan kelahiran pada usia muda (< 20 tahun)
masih sekitar 8,5%. Angka ini turun dibandingkan kondisi pada SDKI 2002-2003
yaitu 10,2%.
Apabila pencapaian dilihat
selama 5 tahun terakhir, pencapaian usia
kawin pertama 19,2 tahun (2002-2003) menjadi 19,8 tahun (2007) berarti peningkatannya
hanya 0,6 sedangkan 5 tahun kedepan (2014) diharapkan dapat dinaikkan menjadi
21 tahun. Jika pencapaian 5 tahun kedepan seperti 5 tahun terakhir maka untuk
mencapai 21 tahun memerlukan waktu 2 kali lipat atau 20 tahun. Ini harus dijadikan tantangan bagi program KB
ke depan.
Dalam Survey Kesehatan Reproduksi
Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 remaja berpendapat usia ideal menikah bagi perempuan adalah 23,1
tahun. Sedangkan usia ideal menikah bagi laki-laki adalah 25,6 tahun. Terdapat kenaikan
jika dibandingkan dengan hasil SKRRI 2002-2003 yaitu remaja berpendapat usia
ideal menikah bagi perempuan 20,9 tahun sedangkan usia ideal menikah bagi
laki-laki adalah 22,8 tahun. Apabila
dilihat dari pendapat remaja dalam SKRRI 2007 ini, bisa dikatakan bahwa sebenarnya remaja kita sudah memiliki
pandangan yang baik tentang usia menikah yang ideal. Hanya saja kondisi ini
harus juga didukung oleh lingkungan keluarga dan masyrakat. Pandangan terhadap
usia ideal menikah ini juga harus diikuti dengan pemahaman yang benar tentang
perencanaan keluarga, kesiapan ekonomi keluarga, serta kesiapan psikologi dalam
berkeluarga.
2.3
Pendawasaan
Usia Perkawian Dan Perencanaan Keluarga
Pendewasaan
Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari Program
Pendewasaan Usia Perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi
yaitu :
1.
Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
2.
Masa Menjarangkan kehamilan
3.
Masa mencegah kehamilan.
2.3.1
Masa Menunda Perkawinan dan
Kehamilan
Sehat
adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan social yang utuh bukan hanya
bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental dan sosio
cultural. Salah satu persyaratan untuk menikah adalah kesiapan secara fisik,
yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan pernikahan. Scara biologis,
fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai dengan pertumbuhan usia.
Elizabeth, 1993 mengungkapkan bahwa pada laki-laki , organ-organ reproduksinya
di usia 24 tahun baru 10% dari ukuran matang. Setelah dewasa, ukuran dan
proposisi tubuh berkembang, juga organ-organ reproduksinya. Bagi laki-laki
organ reproduksinya matang pada usia 20 atau 21 tahun. Pada perempuan, organ
reproduksi tumbuh pesat pada usia 16 tahun. Pada masa tahun pertama menstruasi
dikenal dengan tahap kemandulan remaja, yang tidak menghasilkan ovulasi atau
pematangan dan pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur.
Organ reproduksi dianggap sudah cukup matang di atas usia 18 tahun, pada usia
ini rahim (uterus) bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.
Dalam
masa reproduksi, usia di bawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk
menunda perkawinan dan kehamilan. Dalamm usia ini seorang remaja masih dalam
proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses pertumbuhan berakhir
pada usia 20 tahun, dengan alasan ini maka dianjurkan untuk menunda kehamilan
sampai usia istri 20 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Seorang
perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan maka ia harus mempersiapkan
diri untuk proses kehamilan dan melahirkan.
Sementara itu jika ia menikah pada usia di bawah usia 20 tahun, akan
banyak resiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang
optimal. Hal ini dapat mengakibatkan kesakitan dan kematian yang timbul selama
proses kehamilan dan persalinan, yaitu :
A. Resiko pada proses kehamilan
1.
Keguguran, yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia
kurang dari 20 minggu.
2.
Preeklamsia, yaitu ketidak teraturan tekanan darah tinggi
selama kehamilan dan Eklamsi, yaitu kejang pada kehamilan.
3.
Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi pada kehamilan.
4.
Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
5.
Kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal
ini erat kaitanya dengan belum sempurnanya perkembangan rahim.
6.
Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal kurang dari satu
tahun.
B. Resiko pada proses persalinan
1.
Timbulnya kesulitan persalinan
2.
Bayi lahir sebelum waktunya
3.
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
4.
Premature, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37
minggu
5.
Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang
dari 1 tahun
6.
Kelainan bawaan,
yaitu kelainan dan cacat yang terjadi sejak dalam proses kehamilan.
Penundaan kehamilan pada usia
dibawah 20 tahun ini dianjurkan dengan menggunakan alat kontrasepsi sebagai
berikut :
a. Prioritas kontrasepsi adalah oral
pil, oleh karena peserta masih muda dan sehat.
b. Kondom kurang menguntungkan, karena
pasangan sering bersenggama (frekuensi tinggi)
sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
c. AKDR/Spiral/IUD bagi yang belum
mempunyai anak merupakan pilihan kedua. AKDR/Spiral/IUD yang digunakan harus
dengan ukuran terkecil.
2.3.2
Masa Menjarangkan kehamilan
Pada
masa ini usia istri antara umur 20-35 tahun., merupakan periode yang paling
baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko paling rendah bagi ibu dan anak. Jarak ideal
untuk menjarakkan kehamilan adalah 5 tahun , sehingga tidak terdapat 2 balita
dalam 1 periode. Ciri kontrasepsi yang dianjurkan pada masa ini adalah alat kontrasepsi yang
mempunyai reversibilitas dan efektifitas cukup tinggi, dan tidak menghambat air
susu ibu (ASI ).
2.3.3
Masa Mencegah Kehamilan
Masa
pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun keatas. Sebab
secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak mengalami
resiko medik. Pencegahan kehamilan adalah proses yang dilakukan dengan
menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi yang akan dipakai diharapkan
berlangsung sampai umur reproduksi dari PUS yang bersangkutan yaitu sekitar 20
tahun dimana PUS sudah berumur 50 tahun. Alat kontrasepsi yang dianjurkan bagi PUS usia
diatas 35 tahun adalah sebagai berikut :
A. Metode Sederhana
1. Pantang berkala
Merupakan cara pencegahan
kehamilan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa
subur. Cara ini dapat dilakukan atau
digunakan bila perempuan memiliki siklus menstruasi yang teratur dalam setiap
bulannya.
a. Keuntungan
1. Aman tidak ada resiko/ efek samping.
2. Tidak mengeluarkan biaya/ ekonomis.
b. Keterbatasan
1. Tidak semua perempuan mengetahui
masa suburnya.
2. Tidak semua pasangan dapat menaati
untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa subur.
3. Tidak semua perempuan mempunyai
siklus menstruasi yang teratur.
4. Dapat terjadi kegagalan jika salah
menghitung.
2. Senggama terputus
Adalah metode keluarga
berencana tradisional, di mana pria mengeluarkan alat kelaminnya dari vagina
sebelum mencapi ejakulasi.
a. Keuntungan:
1. Efektif bila digunakan dengan benar.
2. Tidak mengganggu produksi ASI.
3. Tidk ada efek samping
4. Dapat digunakn setiap waktu
5. Tidak membutuhkan biaya
b. Keterbatasan
1. Angka kegagalan tinggi.
2. Memutus kenikmatan dalam berhubungan
seksual.
B. Metode Non Hormonal
1. Kondom
Merupakan selubung/ sarung tangan
yang berbentuk silinder, dapat terbuat
dari latex (karet) , plastic (vinyl)
atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat bersenggama.
a. Keuntungan
1. Murah dan mudah didapat.
2. Mudah dipakai sendiri.
3. Mencegah penularan infeksi menular
seksual.
4. Membantu menghindarkan diri dari
ejakulasi dini dan kanker serviks.
b. Keterbatasan
1. Efektivitas tidak terlalu tinggi.
2. Kadang menimbulkan alergi.
3. Harus selalu tersedia setiap kali
berhubungan.
2. IUD (intra uterin device) / AKDR
(alat kontrasepsi dalam rahim)
Alat yang terbuat dari bahan yang
aman (plastic yang kadng-kadang dililit dengan tembaga) dan dimasukkan kedalam
rahim oleh dokter yang terlatih.
a. Keuntungan
1. Efektivitas tinggi.
2. Dapat dipakai dalam jangkau panjang.
3. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
4. Tidak mempengaruhi produksi dan
kualits ASI
b. Keterbatasan
1. Efek samping yang umum terjadi:
perubahan siklus haid (umumnya pada tiga bulan pertama dan setelah itu akan
berkurang ), haid lebih lama dan lebih banyak, pendarahan antar menstruasi.
2. Tidak mencegah infeksi menular
seksual termasuk HIV/AIDS.
3. Diperlukan prosedur medis untuk
pemasangan dan pelepasan.
C. Metode Hormonal
1. Pil KB
Pil akan mempengaruhi hormon
perempuan yang dapat mencegah terjadinya kehamilan dan harus diminum setiap
hari (diusahakan di waktu yang sama) dan dimulai pada hari pertama haid.
Sebelum pemakaian harus diperiksa dulu oleh dokter atau bidan.
a. Keuntugan
1. Efektivitas tinggi.
2. Murah dan mudah didapat.
3. Haid lebih teratur dan mengurangi
perdarahan saat haid.
4. Kesuburn kembali segera setelah
penggunaan pil dihentikan.
5. Dapat dipakai dalam jangka panjang selama perempuan masih ingin
menggunakan.
6. Dapat dipakai sebagai kontrasepsi
darurat.
b. Keterbatasan
1. Diperlukan kepatuhan yang tinggi
dalam penggunaannya.
2. Dapat terjadi efek samping : mual, pusing, berat
badan naik, perdarahan bercak/ perdarahan sela.
2. Suntik KB
Cairan yang mengandung zat yang
dapat mencegah kehamilan selama jangka waktu
tertentu (1 atu 3 bulan). Yang disuntikkan pada pantat atau lengan atas.
a. Keuntungan
1. Tidak berpengaruh terhadap hubungan
suami-istri.
2. Tidak diperlukan pemeriksaan dalam.
3. Efek samping sangat kecil.
4. Tidak mengganggu produksi ASI (untuk
suntik KB 3 bulan).
5. Dapat diberhentikan sewaktu—waktu
jka ingin hamil
b. Keterbatasan
1. Kadang terjadi pusing, perdarahann
sedikit-dikit atau terhentinya haid.
2. Tidak memberikan perlindungan
terhadap IMS, HIV/AIDS.
3. Tergantung kepada tenaga medis.
3. Susuk KB (IMPLANT)
Kontrasepsi berbenti silinder yang terbuat
dari batang silastik yang dimasukkan tepat di bawah kulit pada bagian dalam
legan atas.
a. Keuntungan
1. Efektivitas tinggi.
2. Memberikan perlindungan jangka waktu
panjang (3 tahun).
3. Tidak mengganggu produksi ASI.
4. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
5. Pengendalian tingkat kesuburan yang
cepat setelahh pencabutan.
b. Keterbatsan
1. Menimbulkan efek samping: perubahan
pola haid berupa pendarahan bercak, darah haid lebih banyak, nyeri kepala/
nyeri payudara, peningkatan/ penurunan
berat badan.
2. Tidak memberikan perlindungan
terhadap IMS, HIV, dan AIDS.
3. Memerlukan tindakan medis untuk
pemasangan dan pencabutan.
D. Metode Operatif
1. Metode opertaif wanita
Adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan fertilitas seorang perempuan secara permanen dengan mengikat dan
memmotong atau memasang cincin pada saluran telur sehingga sperma tidak bisa
bertemu dengan ovum.
a. Keuntungan
1. Efektivitas tinggi.
2. Tidak mengganggu ASI.
3. Jarang ada efek samping
b. Keterbatasan
1. Bersifat peramanen sulit untuk dipulihkan
kembali.
2. Tidak dapat menghindari IMS,
HIV/AIDS.
3. Harus dilakukan olehh dokter yang
terlatih.
4. Klien dapat menyesal di kemudian
hari.
2. Metode operatif pria
Adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan fertilitas seorang laki-laki secara permanen dengan mengikat atau memotong saluran sperma (vas deferents).
a. Keuntungan
1. Efektifitas tinggi.
2. Aman, sederhana dan cepat.
3. Hanya memerlukan anestesi local dan
biaya rendah.
4. Tidak ada efek samping jangka
panjang.
b. Keterbatasan
1. Perlu tindakan medis.
2. Kadang terjadi komplikasi seperti
perdarahan atau infeksi
2.4 Pendewasaan Usia
Perkawinan Dan Kehidupan Kesiapan Ekonomi Keluarga
2.4.1
Ekonomi keluarga
Ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu
social yang mempelajari berbagai perilaku pelaku ekonomi terhadap
keputusan-keputusan ekonomi yang dibuat.
Ilmu ini diperlukan sebagai
kerangka berpikir untuk dapat melakukan pilihan terhadap berbagai sumber daya
yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Ilmu
ekonomi muncul karena adanya tiga kenyataan berikut :
1.
Kebutuhan manusia relative tidak terbatas.
2.
Sumber daya tersedia secra terbatas.
3.
Masing-masing sumber daya mempunyai alternative penggunaan
2.4.2 Jenis Kebutuhan keluarga
1. Kebutuhan primer
Kebuthan primer keluarga adalah
kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan oleh keluarga dan sifatnya
wajib untuk dipenuhi. Contohnya kebutuhan sandang pangan dan papan.
2. kebutuhan sekunder
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan
manusia yang mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah
terpenuhinya kebutuhan primer. Contohnya adalahn kebutuhan rekreasi, kebutuhan
transpotasi, kesehatan dan pendidikan.
3. kebutuhan tersier
Kebutuhan adalah kebutuhan manusia
yang mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya
kebutuhan primer. Dan sekunder Contohnya adalah mobil, computer, apartemen dan
lain sebgainya.
2.4.3
Pendewasaan Usia Perkawiann Dan Kesiapan Ekonomi Keluarga Kebutuhan
primer, sekunder, tersier adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Setiap keluarga
seperti diuraikan di atas. Setiap keluarga memerlukan ketiga jenis kebutuhan
tersebut. Kebutuhan primer keluarga bila tidak terpenuhi akan menjadi
sumber permasalahan dari atau bagi
keluarga bersangkutan seperti diuraikan di muka. Oleh sebab itu, idealnya
setiap calon suami/ istri harus sudah menyiapkan diri untuk mampu memenuhi
kebutuhan primer keluarga apabila ingin melangsungkan pernikahan untuk
membentuk keluarga baru.
Implikasinya
apabila pasangan suami/ istri memasuki
kehidupan keluarga tanpa kesiapan untuk memenuhi kebutuhan-keutuhan primer (ekonomi
) keluarganya berarti pasangan yang bersangkutan akan mengalami banyak permasalahan
dalam kehidupan berkeluarga. Dan ini berati konsep keluarga sejahtera yang diinginkan oleh UU No. 10
tahun 1992 akan sulit terwujud. Oleh sebab itu program PKBR menganjurkan setiap
remaja mempersiapkan diri secara ekonomi sebelum memasuki kehidupan ruamah
tangga. Salah satu cara adalah dengan menunda usia perkawinan sampai dengan adanya kesiapan ekonomi bagi
masing-masing pasangan atau calon suami/ istri.
2.5 Pendewasaan
Usia Perkawinan Dan Kematangan Psikologi Keluarga
2.5.1
Gambaran
Psikologi Keluarga
Masa
remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
dewasa (hurluck, 1993). Pada masa ini, remaja mengalami beberapa perubahan yaitu dalam aspek rohani, emosioanal,
social, jasmani, dan personal (WHO, 2002). Selain perubahan fisik, remaja juga
kan mengalmai perubahan-perubahan pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan dan tanggung jawab yang dihadapi. Akibat
berbagai perubahan tersebut, remaja juga akan mengalami perubahan tingkah laku
yang dapat menimbulkan konflik dengan orang di sekitarnya, seprti konflik
dengan orang tua atau lingkunagan masyarakat sekitarnya. Konflik tersebut terrjadi
akibat adanya perbedaan sikap, pandangaan hidup, maupun norma yang berlaku di masyarakat (Wilis, 2008).
A. Batasan usia remaja
Hurlock (1993) membagi tahapan usia
remaja berdasarkan perkembangan psikologis, sebagai berikut :
1.
Pra remaja (11-13 tahun)
Pra remaja ini merupakan masa yang
sangat pendek yaitu kurang lebih hanya 1 tahun. Pada masa ini dikatakan juga
sebagi fase yang negative, hal tersebut dapat terlihat dari tingkah laku mereka
yang cenderung negative, sehingga fase ini merupakan fase yang sulit untuk anak
maupun orang tuanya.
2.
Remaja awal (14-17 tahun)
Pada masa ini, perubahan-perubahan
fisik terjadi sangat pesat dan mencapai pada puncaknya. Ketidak seimbangan
emosional dan ketidak stabilan dalam banyak
hal terdapat pada masa ini. Remaja berupaya mencari identitas dirinya,
sehingga statusnya tidak jelas. Selain itu, pada masa ini terjadi perubahan
pola-pola hubungan social.
3.
Remaja lanjut (18-21 tahun).
Dirinya ingin selalu menjadi pusat
perhatian dan ingin menonjolkan diri. Remaja mulai bersikap idealis, mempunyai
cita-cita, bersemangat dan mempunyai energi yang sangat besar. Selain itu, remaja mulai memantapkan identitas diri dan
ingin mencapi ketidak tergantungan emosional.
B. Ciri psikologis remaja
Masa
remaja merupakan masa yang penuh dengan gejolak. Pada masa ini mood (suasana
hati) bisa berubah dengan cepat. Perubahan mood yang drastic pada masa remaja ini sering kali dikarenkana beban pekerjaan
rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari- hari di rumah.
Remaja
mengalami perubahan yang drastic dalam kesadaran diri mereka. Mereka sangat
rentan terhadap pendapat orang lain
kerena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu
mengkritik diri mereka sendiri. Remaja
sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan. Remaja cenderung
untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka
akan berakhir dengan kesuksesan dan
ketenaran.
Para
remaja sering mengangap diri mereka serba mampu, sehingga mereka terlihat tidak
memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan implusif sering dilakukan,
sebagian karena mereka tidak sadar dan
belum biasa memperhitungkan akibat jangka panjang dan jangka pendeknya.
Pada
usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang karena telah sering
dihadapkan pada dunia nyata. Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain ternyata
memilki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapkan dengan
realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian atau angan-angan mereka dengan
kenyataan.
C. Periode Perkembangan Psikologi
Remaja
Hurlock, 1993 mengemukakan beberapa
periode dalam perkembangan psikologi remaja, antar lain:
1. Periode peralihan, yaitu peralihan
dari tahap perkembangan sebelumnya ke tahap perkembangan selanjutnya secara berkesinambungan,
dalam setiap periode peralihan, status individual tidaklah jelas dan terdapat
keraguan akan peran yang harus dilakukan. Dalam periode ini remaja menentukan
pola prilaku, nilai dan sifat yang sesuai dirinya.
2. Periode perubahan, yaitu perubahan
emosi, perubahan peran dan minat, perubahan perilaku dan perubahan sikap.
3. Periode bermasalah, yaitu yang
ditandai dengan munculnya berbagai masalah yang dihadapi oleh remaja dan sering
sulit untuk diatasi. Hal tersebut disebabkan oleh karena remaja tidak
berpengalaman dalam mengatasi masalah, namun ingin mneyelesaikan dengan caranya
sendiri.
4. Periode pencarian identitas diri,
yaitu pencarian kejelasan mengenai siapa dirinya dan apa perannya dalam
masyarakat. Pencarian identitas diri, sering kali dilakukan oleh remaja dengan
menggunakan symbol status dalam bentuk mobil, pakaian ataupun barang-barang
yang dapat terlihat. Periode ini sangat dipengaruhi oleh kelompok sebayanya.
5. Periode yang menimbulkan ketakutan,
yaitu periode di mana remaja memandang kehidupan di masa yang akan datang
melalui idealismenya sendiri yang
cenderung saat itu tidak realitik.
6. Periode ambang masa dewasa, yaitu
masa semakin mendekatnya usia kematangan dan berusaha untuk meninggalkan periode remaja dan memberikan kesan bahwa
mereka sudah mendekati masa dewasa.
1.5.2
Hubungan Antara Psikologi Remaja Dengan Pendewasaan Usia Perkawinan
Berdasarkan
beberapa periode perkembangan psikologis remaja di atas, maka periode ambang
masa dewasa merupakan periode di mana usia remaja mendekati usia kematangan
baik dari segi fisik maupun psikologis. Pada periode tersebut, remaja berusaha
untuk meninggalkan ciri masa remaja dan berusaha untuk meninggalkan ciri masa
remaja dan berupaya memberikan kesan
bahwa mereka sudah mendekati dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan
diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, seperti keseriusan
dalam membina hubungan dengan lawan jenis.
Berkaitan
dengan perkawinan, maka pada periode ambang masa dewasa, individu diangap telah
siap menghadapi suatu perkawinan dan kegiatn kegiatan pokok yang bersangkutan
dengan kehidupan berkeluarga. Pada maswa tersebut, seseorang diharapkan
memainkan peran baru seprti peran suami/ istri, orang tua dan pencari nafkah
(Harloch, 1993). Namun demikian, kestabilan emosi terjadi pada usia 24 tahun,
karena pada saat itulah orang mulai memasuki masa dewasa. Masa remaja, boleh
dikatakan berhenti pada usia 19 tahun dan pada usia 20-24 tahun dalam
psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini, biasanya mulai timbul
transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau
pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi remaja masih ingin
berpetualang menemukan jati dirinya.
Perkawinan
bukanlah hal yang mudah, didalamnya terdapat konsekuensi yang harus dihadapi
sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru
individu dan pergantian status dari masa lajang menjadi suami istri yang
menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus sepanjang perkawinan.
2.6 Program
GenRe (Generasi Berencana)
Generasi
berencana adalah program yang dikembangkan oleh BKKBN dengan kelompok sasaran
program, yaitu:
1.
Remaja yang berusia 10-24 tahun tapi belum menikah.
2.
Mahasiswa/mahasiswi yang belum menikah.
3.
Keluarga.
4.
Masyarakat yang peduli terhadap kehidupan para remaja.
Tujuan
dikembangkannya program Genre oleh BKKBN adalah untuk menyiapkan kehidupan
berkeluarga bagi para remaja dalam hal:
1.
Jenjang pendidikan yang terencana.
2.
Berkarir dalam pekerjaan yang terencana.
Untuk melaksanakan program Genre
maka BKKBN melakukan kegiatan berupa:
1. Promosi penundaan usia kawin,
sehingga mengutamakan sekolah dan berkarya.
2. Menyediakan informasi tentang
kesehatan reproduksi yang seluas-luasnya, dengan cara meningkatkan jumlah PIK
R/M melalui berbagai jalur Academic/PT, organisasi keagamaan, dan organisasi
Kepemudaan, meningkatkan SDM pengelolah PIK R/M yang berkuallitas, adanya
komitmen dari stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan danpelaksanaan
program GENRE.
3. Promosi kesehatan yang merencanakan
kehidupan berkeluarga yang sebaik-baiknya
2.7
Strategi Program Genre
1. Penataan dan penyerasian kebijakan
program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
2. Peningkatan komitmen dan peran serta
stakeholder dan mitra kerja dalam program GenRe dalam rangka penyiapan
kehidupan berkeluarga bagi remaja.
3. Penggerakan dan pemberdayaan
stakeholder , mitra kerja, keluarga dan remaja dalam program GenRe dalam rangka penyiapan
kehidupan berkeluarga bagi remaja.
4. Peningkatan kuantitas dan kualitas
SDM pengelola, PS, KS dan kader program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan
berkeluarga bagi remaja.
2.8 Hak-Hak Reproduksi
Pada Remaja
2.8.1 Pengertian
dan Jenis Hak-Hak Reproduksi.
Hak reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat pada manusia sejak lahir
dan dilindungi keberadaannya.
Sehingga pengekangan terhadap hak reproduksi
berarti pengekangan terhadap hak azasi manusia.
Hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki
oleh individu baik pria maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan
reproduksinya.
2.8. 2 Macam-macam Hak-hak
reproduksi
Berdasarkan Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo 1994, ditentukan ada
12 hak-hak reproduksi. Namun demikian, hak reproduksi bagi remaja yang paling
dominan dan secara sosial dan budaya dapat diterima di Indonesia mencakup 11
hak, yaitu:
1.
Hak
mendapatkan informasi dan pendidikan kesehatan
reproduksi. Setiap remaja berhak
mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek
terkait dengan masalah kesehatan reproduksi Contohnya: seorang remaja harus
mendapatkan informasi dan pendidikan perihal kesehatan reproduksinya.
2.
Hak
mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi. Setiap remaja memiliki hak untuk mendapatkan
pelayanan dan perlindungan terkait dengan kehidupan reproduksinya termasuk terhindar
dari resiko kematian akibat proses reproduksi. Contoh: seorang remaja yang
positif HIV berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan ARV (Anti Retroviral)
sehingga kemungkinan mengalami infeksi opportunities dapat diperkecil.
3.
Hak untuk
kebebasan berfikir tentang kesehatan reproduksi.Setiap remaja berhak untuk
berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya.
Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian
atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran
atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan
upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) atau advokasi. Contoh: seseorang
dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinyadan keluarganya. Bila ini terjadi maka orang
tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan. Upaya
merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri
oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari
KIE dan advokasi yang dilakukan petugas.
4.
Hak untuk
bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari
perkosaan, kekerasaan, penyiksaan dan pelecehan seksual. Remaja laki-laki
maupun perempuan berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai
perlakuan buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan
reproduksi. Contoh: Perkosaan terhadap remaja putri misalnya dapat berdampak
pada munculnya kehamilan yang tidak diinginkan oleh bersangkutan maupun oleh
keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya
dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja
berpengaruh pada kehidupan reproduksinya.
5.
Hak
mendapatkan manfaat dari Kemajuan Ilmu Pengetahuan yang terkait dengan
kesehatan reproduksi; Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi
dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan informasi
yang sejelas-jelasnya dan sebenarbenarnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan
pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. Contoh: Jika petugas
mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, maka petugas berkewajiban untuk
memberi informasi kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut adalah hal
yang paling baru untuk remaja.
6.
Hak untuk
menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran.
Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya
serta jarak kelahiran yang diinginkan. Contoh Dalam konteks program KB,
pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak boleh melakukan pemaksaan jika
seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus dilakukan adalah memberikan
pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai dampak negatif dari memiliki
anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit. Jikapun
klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal tersebut harus merupakan
keputusan klien itu sendiri.
7.
Hak untuk
hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses
melahirkan).
Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk
mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga
terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan
tersebut. Contoh; Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk
mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut
berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh
menghalanghalangi dengan berbagai alasan.
8.
Hak atas
kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.
Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan
sendiri kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh seseorang. Contoh :Dalam
konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin keamanannya agar
tidak terjadi” pemaksaaan” atau “pengucilan” atau munculnya ketakutan dalam
diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut.
9.
Hak atas
kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya.
Setiap individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan
reproduksinya misalnya informasi tentang kehidupan seksual, masa menstruasi dan
lain sebagainya. Contoh: Petugas atau seseorang yang memiliki informasi tentang
kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh “membocorkan” atau dengan sengaja memberikan
informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai
dana untuk penunjang pelaksanaan program, misalnya data tentang prosentase
pemakaian alat kontrasepsi masih tetap dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan
sepanjang tidak mencantumkan indentitas yang bersangkutan.
10. Hak membangun dan merencanakan keluarga.
Setiap individu dijamin haknya; kapan, dimana, dengan siapa, serta
bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu saja kesemuanya ini tidak terlepas
dari norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya
kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). Contoh: Seseorang akan menikah
dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut
untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberi tahu orang
tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia
terendah untuk menikah. Dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negatif
dari menikah dan hamil pada usia muda.
11. Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang
berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya
baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui suatu kelompok atau
partai politik yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Contoh: seseorang
berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai
individu maupun bersama dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan
pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan azas demokrasi dan dalam
arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta
taat kepada hukum dan peraturan peraturan yang berlaku.
12. Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan
berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
Setiap orang tidak boleh mendapatkan perakukan diskriminatif
berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial
ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Contoh : Orang tidak mampu harus
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau
asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian
pula seseorang tidak boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal
mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya kerena yang bersangkutan
memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya seseorang tidak
mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara besar hanya karena yang
bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda
dengan masyarakat sekitar. Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah
seseoranng tersebut perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan
diskriminasi gender.
2.8.3 Masalah-Masalah
Dalam Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Pada Remaja.
Permasalahan remaja yang ada saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan.
Berbagai data menunjukkan bahwa penerapan pemenuhan hak reproduksi bagi remaja
belum sepenuhnya mereka dapatkan, antara lain dalam hal pemberian informasi.
Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan
reproduksi yaitu tentang masa subur. Remaja perempuan dan laki-laki usia 15-24
tahun yang mengetahui tentang masa subur mencapai 65 % ( SDKI 2007 ) terdapat
kenaikan dibanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 29% dan 32%. Remaja
perempuan dan laki-laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan
hubungan seksual sekali masing-masing mencapai 63 % (SDKI 2007) terdapat kenaikan
dibanding hasil SKKRI tahun 2002-2003 sebesar 49% dan 45%. Hasil penelitian
tentang pengetahuan Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dilakukan di DKI Jakarta
oleh LD-UI tahun 2005 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang PMS masih
sangat rendah kecuali mengenai HIV dan AIDS yaitu sekitar 95%, Rajasinga
sekitar 37%, penyakit kencing nanah 12%, herpes genitalis 3%,
klamida/kandidiasis 2%, Jengger ayam 0,3%.
Data diatas menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang Kesehatan
Reproduksi Remaja (KRR) masih sangat rendah karena terbatasnya akses informasi
KRR kepada remaja. Demikian pula halnya dengan pemberian pelayanan kesehatan
reproduksi bagi remaja. Kelompok remaja memiliki karakteristik tersendiri
sehingga memerlukan pelayanan yang juga spesifik. Namun sayangnya selama ini masih
sangat sedikit pelayanan kesehatan reproduksi yang dikhususkan bagi remaja.
Pelayanan kesehatan untuk remaja yang ada saat ini lebih dirancang untuk
melayani orang dewasa atau pasangan
suami istri.
Di sisi lain ada indikasi tingginya perilaku seksual bebas
dikalangan remaja yang dapat berakibat terjadinya kehamilan yang tidak
diinginkan, PMS dan Infeksi Menular Seksual. Remaja yang cenderung rentan
terkena dampak kesehatan reproduksi adalah remaja putus sekolah, remaja
jalanan, remaja penyalahguna napza, remaja yang mengalami kekerasan seksual,
korban nperkosaan dan pekerja seks komersial. Mereka ini sebenarnya memerlukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang lebih spesifik atau yang juga dikenal
dengan strategi pelayanan remaja yang bermasalah atau dikenal dengan istilah
strategi second chance. Bagi remaja yang mengalami resiko Triad KRR
(Seksualitas, HIV dan AIDS dan Napza) yang memerlukan pelayanan kesehatan
ternyata belum dapat akses ketempat pelayanan sesuai yang diinginkan. Hal ini
karena tempat-tempat pelayanan yang ramah remaja masih sangat sedikit. Untuk
mengatasi permasalahan tersebut diharapkan Pemerintah melalui berbagai sektor
baik Pusat maupun daerah serta, LSM dapat berperan aktif memberikan informasi
dan pelayanan serta pemenuhan hak-hak reproduksi bagi remaja. Dengan mendapat
informasi yang benar mengenai resiko Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), maka
diharapkan remaja akan semakin berhati-hati dalam melakukan aktifitas kehidupan
reproduksinya. Untuk itu Pemerintah dituntut untuk menyediakan perangkat
peraturan Per Undang-Undangan yang banyak berpihak kepada remaja. Karena hak
reproduksi merupakan bagian integral dari hak azasi manusia maka pemerintah
berkewajiban untuk melindungi individu/masyarakat yang hak reproduksinya dilanggar.
Daftar pustaka
1. Haditono, siti rahayu. Monks F.J, dkk. 2006. Psikologi perkembngan. Yogjakarta:Gahja Mada University Press
2.
Muadz,
M Masri, dkk. 2010. Pendewasaan usia perkawinan dan hak-hak
reproduksi. Jakarta: BKKBN.
3. BKKBN.2012.Pedoman pengelolaan pusat informasi dan
mahasiswa.Jakarta:Direktorat bina ketahanan remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar