ceritaku

Kamis, 03 Juli 2014

Pendewasaan Usia Perkawinan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Pendewasaan usia perkawinan PUP adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki.  PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa.  Apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak pertama. Penundaan kehamilan dan kelahiran anak pertama ini dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun madu.  Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional.  Program PUP akan memberikan dampak terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR).
Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia 233 juta jiwa (Proyeksi Penduduk tahun 2000-2025, BPS, BAPPENAS, UNFPA). Indonesia mengahadapi banyak masalah berkaitan dengan bidang kependudukan yang dikhawatirkan akan menjadi masalah besar dalam pembangunan apabila tidak ditanganin dengan baik. Sejalan dengan cita-cita mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, maka sudah selayaknya kependudukan menjadi titik sentral dalam perencanaan pembangunan. Permasalahan kependudukan pada dasarnya terkait dengan kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk. Undang – Undang No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Keluarga Sejahtera telah mengamanatkan perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas, dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan keetahanan nasional.
Salah satu program pembangunan yang berkaitan dengan kependudukan adalah Program Keluarga Berencana yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah penduduk diantaranya melalui program Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP). Pendewasaan usia perkawinan bertujuan untuk memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar di dalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek ditinjau dari aspek kesehatan, ekonomi, psikologi, dan agama. Program pendewasaan usia perkawinan di dalam pelaksanaannya telah diintegrasikan dengan program Penyiapan Kehidupan Berkeluarga Bagi Remaja (PKBR) yang merupakan salah satu program pokok pembanguan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2010-2014).

1.2              Tujuan
1.2.1         Tujuan Umum
Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan remaja dan pengelola program PKBR tentang hak-hak reproduksi pada remaja serta perlunya Pendewasaan Usia Perkawinan  dalam rangka rewujudkan Tegar Remaja menuju Tegar Keluarga untuk mewujudkan Keluarga Kecil,Bahagia Sejahtera.
1.2.2    Tujuan Khusus
a.       Meningkatkan pengetahuan pembina, pengelola remaja tentang Hak-Hak Reproduksi
b.      Meningkatkan pengetahuan pembina, pengelola remaja tentang Pendewasaan Usia perkawinan
c.       Meningkatkan pengetahuan pembina, pengelola remaja tentang Perencanaan Kehidupan Berkeluarga bagi Remaja.





1.3              Sasaran Dan Ruang Lingkup
1.3.1         Sasaran
Sasaran yang  terkait dengan buku ini adalah:
1.      Pembina dan Pengelola Program PKBR (Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa)
2.      Remaja

1.4              Ruang Lingkup
Ruang lingkup meliputi informasi mengenai jenis dan pengertian Hak-Hak Reproduksi, masalah-masalah dalam pemenuhan hak reproduksi bagi remaja dan materi Pendewasaan Usia Perkawinan (perencanaan keluarga, persiapan ekonomi keluarga,kematangan psikologi berkeluarga, dan menurut perspektif agama islam).
1.5       Pengertian dan Batasan
1.      Program KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui Pendewasaan Usia Perkawinan, pengetahuan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mengwujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
2.      Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kondisi sehat yang menyangkut sistem reprodusi (fungsi, komponen dan proses) yang dimiliki oleh remaja baik secar fisik maupun mental, emosional dan spritual.
3.      Remaja (adolescent) adalah penduduk usia 10-19 tahun (WHO), Pemuda (youth) adalah penduduk usia 15-24 tahun (UNFPA), orang muda (Young People) adalah penduduk usia 10-24 tahun (UNFPA dan WHO), generasi muda (Young Generation) adalah pendudk usia 12-24 tahun (Wolrld Bank), ramaja sebagai sasaran program PKBR adalah penduduk usia 10-24 tahun.
4.      Pendewasaan usia perkawinan PUP adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan mencapai usia minimal 20 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. PUP bukan sekedar menunda perkawinan sampai usia tertentu saja, akan tetapi juga mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Apabila sesorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka diupayakan adanya penundaan kelahiran anak pertama.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1         Pengertian Pendewasaan Usia Perkawinan
Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria.  Batasan ini dianggap sudah siap baik dipandang dari sisi kesehatan maupun perkembangan emosional untuk menghadapi kehidupan berkeluarga. PUP bukan sekedar menunda sampai usia tertentu saja, akan tetapi mengusahakan agar kehamilan pertama terjadi pada usia yang cukup dewasa. Bahkan harus diusahakan apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan kelahiran anak pertama harus dilakukan. Dalam istilah KIE disebut sebagai anjuran untuk mengubah bulan madu menjadi tahun madu.
Pendewasaan usia perkawinan merupakan bagian dari program Keluarga Berencana Nasional. Program PUP memberikan dampak pada peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR).  Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah Memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa.  Program Pendewasaan Usia kawin dalam program KB bertujuan meningkatkan usia kawin perempuan pada umur 21 tahun serta  menurunkan kelahiran pertama pada usia ibu di bawah 21 tahun menjadi sekitar 7% (RPJM 2010-2014).
2.2              Tren Usia Kawin di Indonesia
Hasil data SDKI tahun 2007 menunjuikkan median usia kawin pertama berada pada usia 19,8 tahun sementara hasil SDKI 2002-2003 menunjukkan angka 19,2 tahun. Angka ini mengidinkasikan bahwa separuh dari pasangan uisa subur di Indonesia menikah di bawah usia 20 tahun. Lebih lanjut data  SDKI 2007 menunjukkan bahwa angka kehamilan dan kelahiran pada usia muda (< 20 tahun) masih sekitar 8,5%. Angka ini turun dibandingkan kondisi pada SDKI 2002-2003 yaitu 10,2%.
Apabila pencapaian dilihat selama  5 tahun terakhir, pencapaian usia kawin pertama 19,2 tahun (2002-2003) menjadi 19,8 tahun (2007) berarti peningkatannya hanya 0,6 sedangkan 5 tahun kedepan (2014) diharapkan dapat dinaikkan menjadi 21 tahun. Jika pencapaian 5 tahun kedepan seperti 5 tahun terakhir maka untuk mencapai 21 tahun memerlukan waktu 2 kali lipat atau 20 tahun.  Ini harus dijadikan tantangan bagi program KB ke depan.
Dalam Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI) tahun 2007 remaja berpendapat usia  ideal menikah bagi perempuan adalah 23,1 tahun. Sedangkan usia ideal menikah bagi laki-laki adalah 25,6 tahun. Terdapat kenaikan jika dibandingkan dengan hasil SKRRI 2002-2003 yaitu remaja berpendapat usia ideal menikah bagi perempuan 20,9 tahun sedangkan usia ideal menikah bagi laki-laki adalah 22,8 tahun.  Apabila dilihat dari pendapat remaja dalam SKRRI 2007 ini, bisa dikatakan  bahwa sebenarnya remaja kita sudah memiliki pandangan yang baik tentang usia menikah yang ideal. Hanya saja kondisi ini harus juga didukung oleh lingkungan keluarga dan masyrakat. Pandangan terhadap usia ideal menikah ini juga harus diikuti dengan pemahaman yang benar tentang perencanaan keluarga, kesiapan ekonomi keluarga, serta kesiapan psikologi dalam berkeluarga.


2.3              Pendawasaan Usia Perkawian Dan Perencanaan Keluarga
Pendewasaan Usia Perkawinan dan Perencanaan Keluarga merupakan kerangka dari Program Pendewasaan Usia Perkawinan. Kerangka ini terdiri dari tiga masa reproduksi yaitu :
1.         Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
2.         Masa Menjarangkan kehamilan
3.         Masa mencegah kehamilan.

2.3.1        Masa Menunda Perkawinan dan Kehamilan
Sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan social yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan namun juga sehat secara mental dan sosio cultural. Salah satu persyaratan untuk menikah adalah kesiapan secara fisik, yang sangat menentukan adalah umur untuk melakukan pernikahan. Scara biologis, fisik manusia tumbuh berangsur-angsur sesuai dengan pertumbuhan usia. Elizabeth, 1993 mengungkapkan bahwa pada laki-laki , organ-organ reproduksinya di usia 24 tahun baru 10%  dari  ukuran matang. Setelah dewasa, ukuran dan proposisi tubuh berkembang, juga organ-organ reproduksinya. Bagi laki-laki organ reproduksinya matang pada usia 20 atau 21 tahun. Pada perempuan, organ reproduksi tumbuh pesat pada usia 16 tahun. Pada masa tahun pertama menstruasi dikenal dengan tahap kemandulan remaja, yang tidak menghasilkan ovulasi atau pematangan dan pelepasan telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Organ reproduksi dianggap sudah cukup matang di atas usia 18 tahun, pada usia ini rahim (uterus) bertambah panjang dan indung telur bertambah berat.
Dalam masa reproduksi, usia di bawah 20 tahun adalah usia yang dianjurkan untuk menunda perkawinan dan kehamilan. Dalamm usia ini seorang remaja masih dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun psikis. Proses pertumbuhan berakhir pada usia 20 tahun, dengan alasan ini maka dianjurkan untuk menunda kehamilan sampai usia istri 20 tahun dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Seorang perempuan yang telah memasuki jenjang pernikahan maka ia harus mempersiapkan diri untuk proses kehamilan dan melahirkan.  Sementara itu jika ia menikah pada usia di bawah usia 20 tahun, akan banyak resiko yang terjadi karena kondisi rahim dan panggul belum berkembang optimal. Hal ini dapat mengakibatkan kesakitan dan kematian yang timbul selama proses kehamilan dan persalinan, yaitu :
A.      Resiko pada proses  kehamilan
1.         Keguguran, yaitu berakhirnya proses kehamilan pada usia kurang dari 20 minggu.
2.         Preeklamsia, yaitu ketidak teraturan tekanan darah tinggi selama kehamilan dan Eklamsi, yaitu kejang pada kehamilan.
3.         Infeksi, yaitu peradangan yang terjadi  pada kehamilan.
4.         Anemia, yaitu kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
5.         Kanker rahim, yaitu kanker yang terdapat dalam rahim, hal ini erat kaitanya dengan belum sempurnanya perkembangan rahim.
6.         Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal kurang dari satu tahun.

B.       Resiko pada proses  persalinan
1.        Timbulnya kesulitan persalinan
2.        Bayi lahir sebelum waktunya
3.        Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
4.        Premature, yaitu kelahiran bayi sebelum usia kehamilan 37 minggu
5.        Kematian bayi, yaitu bayi yang meninggal dalam usia kurang dari 1 tahun
6.        Kelainan  bawaan, yaitu kelainan dan cacat yang terjadi sejak dalam proses kehamilan.
Penundaan kehamilan pada usia dibawah 20 tahun ini dianjurkan dengan menggunakan alat kontrasepsi sebagai berikut :
a.       Prioritas kontrasepsi adalah oral pil, oleh karena peserta masih muda dan sehat.
b.      Kondom kurang menguntungkan, karena pasangan sering bersenggama (frekuensi tinggi)   sehingga akan mempunyai kegagalan tinggi.
c.       AKDR/Spiral/IUD bagi yang belum mempunyai anak merupakan pilihan kedua. AKDR/Spiral/IUD yang digunakan harus dengan ukuran terkecil.

2.3.2        Masa Menjarangkan kehamilan
Pada masa ini usia istri antara umur 20-35 tahun., merupakan periode yang paling baik untuk hamil dan melahirkan karena mempunyai resiko  paling rendah bagi ibu dan anak. Jarak ideal untuk menjarakkan kehamilan adalah 5 tahun , sehingga tidak terdapat 2 balita dalam 1 periode. Ciri kontrasepsi yang dianjurkan  pada masa ini adalah alat kontrasepsi yang mempunyai reversibilitas dan efektifitas cukup tinggi, dan tidak menghambat air susu ibu (ASI ).

2.3.3        Masa Mencegah Kehamilan
Masa pencegahan kehamilan berada pada periode PUS berumur 35 tahun keatas. Sebab secara empirik diketahui melahirkan anak diatas usia 35 tahun banyak mengalami resiko medik. Pencegahan kehamilan adalah proses yang dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Kontrasepsi yang akan dipakai diharapkan berlangsung sampai umur reproduksi dari PUS yang bersangkutan yaitu sekitar 20 tahun dimana PUS sudah berumur 50 tahun.  Alat kontrasepsi yang dianjurkan bagi PUS usia diatas 35 tahun adalah sebagai berikut :
A.    Metode Sederhana
1.      Pantang berkala
Merupakan cara pencegahan  kehamilan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa subur. Cara  ini dapat dilakukan atau digunakan bila perempuan memiliki siklus menstruasi yang teratur dalam setiap bulannya.
a.       Keuntungan
1.      Aman tidak ada resiko/ efek samping.
2.      Tidak mengeluarkan biaya/ ekonomis.
b.      Keterbatasan
1.      Tidak semua perempuan mengetahui masa suburnya.
2.      Tidak semua pasangan dapat menaati untuk tidak melakukan hubungan seksual selama masa subur.
3.      Tidak semua perempuan mempunyai siklus menstruasi yang teratur.
4.      Dapat terjadi kegagalan jika salah menghitung.
2.      Senggama terputus
Adalah metode keluarga berencana  tradisional, di mana pria  mengeluarkan alat kelaminnya dari vagina sebelum mencapi ejakulasi.
a.       Keuntungan:
1.      Efektif bila digunakan dengan benar.
2.      Tidak mengganggu produksi ASI.
3.      Tidk ada efek samping
4.      Dapat digunakn setiap waktu
5.      Tidak membutuhkan biaya
b.      Keterbatasan
1.      Angka kegagalan tinggi.
2.      Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual.
B.     Metode Non Hormonal
1.      Kondom
Merupakan selubung/ sarung tangan yang berbentuk  silinder, dapat terbuat dari latex (karet) , plastic  (vinyl) atau bahan alami (produksi hewani) yang dipasang pada penis saat bersenggama.
a.       Keuntungan
1.      Murah dan mudah didapat.
2.      Mudah dipakai sendiri.
3.      Mencegah penularan infeksi menular seksual.
4.      Membantu menghindarkan diri dari ejakulasi dini dan kanker serviks.
b.      Keterbatasan
1.      Efektivitas tidak terlalu tinggi.
2.      Kadang menimbulkan alergi.
3.      Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan.
2.      IUD (intra uterin device) / AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastic yang kadng-kadang dililit dengan tembaga) dan dimasukkan kedalam rahim oleh dokter yang terlatih.
a.       Keuntungan
1.      Efektivitas tinggi.
2.      Dapat dipakai dalam jangkau panjang.
3.      Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
4.      Tidak mempengaruhi produksi dan kualits ASI
b.      Keterbatasan
1.      Efek samping yang umum terjadi: perubahan siklus haid (umumnya pada tiga bulan pertama dan setelah itu akan berkurang ), haid lebih lama dan lebih banyak, pendarahan antar menstruasi.
2.      Tidak mencegah infeksi menular seksual termasuk HIV/AIDS.
3.      Diperlukan prosedur medis untuk pemasangan dan pelepasan.
C.     Metode Hormonal
1.      Pil KB
Pil akan mempengaruhi hormon perempuan yang dapat mencegah terjadinya kehamilan dan harus diminum setiap hari (diusahakan di waktu yang sama) dan dimulai pada hari pertama haid. Sebelum pemakaian harus diperiksa dulu oleh dokter atau bidan.
a.       Keuntugan
1.      Efektivitas tinggi.
2.      Murah dan mudah didapat.
3.      Haid lebih teratur dan mengurangi perdarahan saat haid.
4.      Kesuburn kembali segera setelah penggunaan pil dihentikan.
5.      Dapat dipakai dalam  jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakan.
6.      Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.
b.      Keterbatasan
1.      Diperlukan kepatuhan yang tinggi dalam penggunaannya.
2.      Dapat  terjadi efek samping : mual, pusing, berat badan naik, perdarahan bercak/ perdarahan sela.
2.      Suntik KB
Cairan yang mengandung zat yang dapat mencegah kehamilan selama jangka waktu  tertentu (1 atu 3 bulan). Yang disuntikkan pada pantat atau lengan atas.
a.       Keuntungan
1.      Tidak berpengaruh terhadap hubungan suami-istri.
2.      Tidak diperlukan pemeriksaan dalam.
3.      Efek samping sangat kecil.
4.      Tidak mengganggu produksi ASI (untuk suntik KB 3 bulan).
5.      Dapat diberhentikan sewaktu—waktu jka ingin hamil
b.      Keterbatasan
1.      Kadang terjadi pusing, perdarahann sedikit-dikit atau terhentinya haid.
2.      Tidak memberikan perlindungan terhadap IMS, HIV/AIDS.
3.      Tergantung kepada tenaga medis.
3.      Susuk KB (IMPLANT)
Kontrasepsi berbenti silinder yang terbuat dari batang silastik yang dimasukkan tepat di bawah kulit pada bagian dalam legan atas.
a.       Keuntungan
1.      Efektivitas tinggi.
2.      Memberikan perlindungan jangka waktu panjang (3 tahun).
3.      Tidak mengganggu produksi ASI.
4.      Tidak memerlukan pemeriksaan dalam.
5.      Pengendalian tingkat kesuburan yang cepat setelahh pencabutan.
b.      Keterbatsan
1.      Menimbulkan efek samping: perubahan pola haid berupa pendarahan bercak, darah haid lebih banyak, nyeri kepala/ nyeri payudara,  peningkatan/ penurunan berat badan.
2.      Tidak memberikan perlindungan terhadap IMS, HIV, dan AIDS.
3.      Memerlukan tindakan medis untuk pemasangan dan pencabutan.
D.    Metode Operatif
1.      Metode opertaif  wanita
Adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas seorang perempuan secara permanen dengan mengikat dan memmotong atau memasang cincin pada saluran telur sehingga sperma tidak bisa bertemu dengan ovum.
a.       Keuntungan
1.      Efektivitas tinggi.
2.      Tidak mengganggu ASI.
3.      Jarang ada efek samping
b.      Keterbatasan
1.      Bersifat peramanen sulit untuk dipulihkan kembali.
2.      Tidak dapat menghindari IMS, HIV/AIDS.
3.      Harus dilakukan olehh dokter yang terlatih.
4.      Klien dapat menyesal di kemudian hari.
2.      Metode operatif pria
Adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas seorang laki-laki secara permanen  dengan mengikat atau memotong saluran  sperma (vas deferents).
a.       Keuntungan
1.      Efektifitas tinggi.
2.      Aman, sederhana dan cepat.
3.      Hanya memerlukan anestesi local dan biaya rendah.
4.      Tidak ada efek samping jangka panjang.
b.      Keterbatasan
1.      Perlu tindakan medis.
2.      Kadang terjadi komplikasi seperti perdarahan atau infeksi
2.4       Pendewasaan Usia Perkawinan Dan Kehidupan Kesiapan Ekonomi Keluarga
2.4.1        Ekonomi keluarga
Ilmu ekonomi merupakan cabang ilmu social yang mempelajari berbagai perilaku pelaku ekonomi terhadap keputusan-keputusan ekonomi yang dibuat.  Ilmu ini  diperlukan sebagai kerangka berpikir untuk dapat melakukan pilihan terhadap berbagai sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Ilmu ekonomi muncul karena adanya tiga kenyataan berikut :
1.        Kebutuhan manusia relative tidak terbatas.
2.        Sumber daya tersedia secra terbatas.
3.        Masing-masing sumber daya mempunyai alternative penggunaan
2.4.2   Jenis Kebutuhan keluarga
1.      Kebutuhan primer
Kebuthan primer keluarga adalah kebutuhan yang benar-benar amat sangat dibutuhkan oleh keluarga dan sifatnya wajib untuk dipenuhi. Contohnya kebutuhan sandang pangan dan papan.
2.       kebutuhan sekunder
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan manusia yang mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer. Contohnya adalahn kebutuhan rekreasi, kebutuhan transpotasi, kesehatan dan pendidikan.
3.      kebutuhan tersier
Kebutuhan adalah kebutuhan manusia yang mewah, tidak sederhana dan berlebihan yang timbul setelah terpenuhinya kebutuhan primer. Dan sekunder Contohnya adalah mobil, computer, apartemen dan lain sebgainya.

2.4.3     Pendewasaan Usia Perkawiann  Dan Kesiapan Ekonomi Keluarga Kebutuhan primer, sekunder, tersier adalah fakta yang tidak bisa dipungkiri. Setiap keluarga seperti diuraikan di atas. Setiap keluarga memerlukan ketiga jenis kebutuhan tersebut. Kebutuhan primer keluarga bila tidak terpenuhi akan menjadi sumber  permasalahan dari atau bagi keluarga bersangkutan seperti diuraikan di muka. Oleh sebab itu, idealnya setiap calon suami/ istri harus sudah menyiapkan diri untuk mampu memenuhi kebutuhan primer keluarga apabila ingin melangsungkan pernikahan untuk membentuk keluarga baru.
Implikasinya apabila pasangan suami/ istri  memasuki kehidupan keluarga tanpa kesiapan untuk memenuhi kebutuhan-keutuhan primer (ekonomi ) keluarganya berarti pasangan yang bersangkutan akan mengalami banyak permasalahan dalam kehidupan berkeluarga. Dan ini berati konsep keluarga  sejahtera yang diinginkan oleh UU No. 10 tahun 1992 akan sulit terwujud. Oleh sebab itu program PKBR menganjurkan setiap remaja mempersiapkan diri secara ekonomi sebelum memasuki kehidupan ruamah tangga. Salah satu cara adalah dengan menunda usia perkawinan sampai  dengan adanya kesiapan ekonomi bagi masing-masing pasangan atau calon suami/ istri.


2.5       Pendewasaan Usia Perkawinan Dan Kematangan Psikologi Keluarga
2.5.1   Gambaran Psikologi Keluarga
Masa remaja adalah masa peralihan atau masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa (hurluck, 1993). Pada masa ini, remaja mengalami beberapa  perubahan yaitu dalam aspek rohani, emosioanal, social, jasmani, dan personal (WHO, 2002). Selain perubahan fisik, remaja juga kan mengalmai perubahan-perubahan pikiran, perasaan, lingkungan pergaulan  dan tanggung jawab yang dihadapi. Akibat berbagai perubahan tersebut, remaja juga akan mengalami perubahan tingkah laku yang dapat menimbulkan konflik dengan orang di sekitarnya, seprti konflik dengan orang tua atau lingkunagan masyarakat sekitarnya. Konflik tersebut terrjadi akibat adanya perbedaan sikap, pandangaan hidup, maupun norma yang berlaku  di masyarakat (Wilis, 2008).

A. Batasan usia remaja
Hurlock (1993) membagi tahapan usia remaja berdasarkan perkembangan psikologis, sebagai berikut :
1.          Pra remaja (11-13 tahun)
Pra remaja ini merupakan masa yang sangat pendek yaitu kurang lebih hanya 1 tahun. Pada masa ini dikatakan juga sebagi fase yang negative, hal tersebut dapat terlihat dari tingkah laku mereka yang cenderung negative, sehingga fase ini merupakan fase yang sulit untuk anak maupun orang tuanya.
2.          Remaja awal (14-17 tahun)
Pada masa ini, perubahan-perubahan fisik terjadi sangat pesat dan mencapai pada puncaknya. Ketidak seimbangan emosional dan ketidak stabilan dalam banyak  hal terdapat pada masa ini. Remaja berupaya mencari identitas dirinya, sehingga statusnya tidak jelas. Selain itu, pada masa ini terjadi perubahan pola-pola hubungan social.
3.          Remaja lanjut (18-21 tahun).
Dirinya ingin selalu menjadi pusat perhatian dan ingin menonjolkan diri. Remaja mulai bersikap idealis, mempunyai cita-cita, bersemangat dan mempunyai energi yang sangat besar. Selain itu,  remaja mulai memantapkan identitas diri dan ingin mencapi ketidak tergantungan emosional.
B.     Ciri psikologis remaja
Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan cepat. Perubahan mood yang drastic pada masa remaja  ini sering kali dikarenkana beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari- hari di rumah.
Remaja mengalami perubahan yang drastic dalam kesadaran diri mereka. Mereka sangat rentan terhadap  pendapat orang lain kerena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik diri mereka sendiri.  Remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan. Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan  dan ketenaran.
Para remaja sering mengangap diri mereka serba mampu, sehingga mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan implusif sering dilakukan, sebagian karena mereka  tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka panjang dan jangka pendeknya.
Pada usia 16 tahun ke atas, keeksentrikan remaja akan berkurang karena telah sering dihadapkan pada dunia nyata. Remaja akan mulai sadar bahwa orang lain ternyata memilki dunia tersendiri dan tidak selalu sama dengan yang dihadapkan dengan realita dan tantangan untuk menyesuaikan impian atau angan-angan mereka dengan kenyataan.
C.     Periode Perkembangan Psikologi Remaja
Hurlock, 1993 mengemukakan beberapa periode dalam perkembangan psikologi remaja, antar lain:
1.    Periode peralihan, yaitu peralihan dari tahap perkembangan sebelumnya ke tahap perkembangan selanjutnya secara berkesinambungan, dalam setiap periode peralihan, status individual tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Dalam periode ini remaja menentukan pola prilaku, nilai dan sifat yang sesuai dirinya.
2.    Periode perubahan, yaitu perubahan emosi, perubahan peran dan minat, perubahan perilaku  dan perubahan sikap.
3.    Periode bermasalah, yaitu yang ditandai dengan munculnya berbagai masalah yang dihadapi oleh remaja dan sering sulit untuk diatasi. Hal tersebut disebabkan oleh karena remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah, namun ingin mneyelesaikan dengan caranya sendiri.
4.    Periode pencarian identitas diri, yaitu pencarian kejelasan mengenai siapa dirinya dan apa perannya dalam masyarakat. Pencarian identitas diri, sering kali dilakukan oleh remaja dengan menggunakan symbol status dalam bentuk mobil, pakaian ataupun barang-barang yang dapat terlihat. Periode ini sangat dipengaruhi oleh kelompok sebayanya.
5.    Periode yang menimbulkan ketakutan, yaitu periode di mana remaja memandang kehidupan di masa yang akan datang melalui idealismenya sendiri  yang cenderung saat itu tidak realitik.
6.    Periode ambang masa dewasa, yaitu masa semakin mendekatnya usia kematangan dan berusaha untuk meninggalkan  periode remaja dan memberikan kesan bahwa mereka sudah mendekati masa dewasa.
1.5.2        Hubungan Antara Psikologi Remaja Dengan  Pendewasaan Usia Perkawinan
Berdasarkan beberapa periode perkembangan psikologis remaja di atas, maka periode ambang masa dewasa merupakan periode di mana usia remaja mendekati usia kematangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Pada periode tersebut, remaja berusaha untuk meninggalkan ciri masa remaja dan berusaha untuk meninggalkan ciri masa remaja dan berupaya memberikan  kesan bahwa mereka sudah mendekati dewasa. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, seperti keseriusan dalam membina hubungan dengan lawan jenis.
Berkaitan dengan perkawinan, maka pada periode ambang masa dewasa, individu diangap telah siap menghadapi suatu perkawinan dan kegiatn kegiatan pokok yang bersangkutan dengan kehidupan berkeluarga. Pada maswa tersebut, seseorang diharapkan memainkan peran baru seprti peran suami/ istri, orang tua dan pencari nafkah (Harloch, 1993). Namun demikian, kestabilan emosi terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki masa dewasa. Masa remaja, boleh dikatakan berhenti pada usia 19 tahun dan pada usia 20-24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi remaja masih ingin berpetualang menemukan jati dirinya.
Perkawinan bukanlah hal yang mudah, didalamnya terdapat konsekuensi yang harus dihadapi sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru  individu dan pergantian status dari masa lajang menjadi suami istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus menerus sepanjang perkawinan.

2.6       Program GenRe (Generasi Berencana)
Generasi berencana adalah program yang dikembangkan oleh BKKBN dengan kelompok sasaran program, yaitu:
1.     Remaja yang berusia 10-24 tahun tapi belum menikah.
2.     Mahasiswa/mahasiswi yang belum menikah.
3.     Keluarga.
4.     Masyarakat yang peduli terhadap kehidupan para remaja.

Tujuan dikembangkannya program Genre oleh BKKBN adalah untuk menyiapkan kehidupan berkeluarga bagi para remaja dalam hal:
1.          Jenjang pendidikan yang terencana.
2.          Berkarir dalam pekerjaan yang terencana.
3.          Menikah dengan penuh perencanaan sesuai dengan siklus kesehatan reproduksi.
Untuk melaksanakan program Genre maka BKKBN melakukan kegiatan berupa:
1.      Promosi penundaan usia kawin, sehingga mengutamakan sekolah dan berkarya.
2.      Menyediakan informasi tentang kesehatan reproduksi yang seluas-luasnya, dengan cara meningkatkan jumlah PIK R/M melalui berbagai jalur Academic/PT, organisasi keagamaan, dan organisasi Kepemudaan, meningkatkan SDM pengelolah PIK R/M yang berkuallitas, adanya komitmen dari stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan danpelaksanaan program GENRE.
3.      Promosi kesehatan yang merencanakan kehidupan berkeluarga yang sebaik-baiknya

2.7              Strategi Program Genre
1.      Penataan dan penyerasian kebijakan program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
2.      Peningkatan komitmen dan peran serta stakeholder dan mitra kerja dalam program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
3.      Penggerakan dan pemberdayaan stakeholder , mitra kerja, keluarga dan remaja   dalam program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.
4.      Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pengelola, PS, KS dan kader program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja.

2.8      Hak-Hak Reproduksi Pada Remaja
2.8.1    Pengertian dan Jenis Hak-Hak Reproduksi.
Hak reproduksi merupakan bagian dari hak azasi manusia yang melekat pada manusia sejak lahir dan dilindungi keberadaannya. Sehingga pengekangan terhadap hak reproduksi berarti pengekangan terhadap hak azasi manusia.
Hak reproduksi secara umum diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu baik pria maupun perempuan yang berkaitan dengan keadaan reproduksinya.
2.8.   2   Macam-macam Hak-hak reproduksi
Berdasarkan Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo 1994, ditentukan ada 12 hak-hak reproduksi. Namun demikian, hak reproduksi bagi remaja yang paling dominan dan secara sosial dan budaya dapat diterima di Indonesia mencakup 11 hak, yaitu:
1.        Hak mendapatkan informasi dan pendidikan  kesehatan reproduksi.  Setiap remaja berhak mendapatkan informasi dan pendidikan yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terkait dengan masalah kesehatan reproduksi Contohnya: seorang remaja harus mendapatkan informasi dan pendidikan perihal kesehatan reproduksinya.
2.        Hak mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan reproduksi.  Setiap remaja memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan terkait dengan kehidupan reproduksinya termasuk terhindar dari resiko kematian akibat proses reproduksi. Contoh: seorang remaja yang positif HIV berhak mendapatkan perawatan dan pelayanan ARV (Anti Retroviral) sehingga kemungkinan mengalami infeksi opportunities dapat diperkecil.
3.        Hak untuk kebebasan berfikir tentang kesehatan reproduksi.Setiap remaja berhak untuk berpikir atau mengungkapkan pikirannya tentang kehidupan yang diyakininya. Perbedaan yang ada harus diakui dan tidak boleh menyebabkan terjadinya kerugian atas diri yang bersangkutan. Orang lain dapat saja berupaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut namun tidak dengan pemaksaan akan tetapi dengan melakukan upaya Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) atau advokasi. Contoh: seseorang dapat saja mempunyai pikiran bahwa banyak anak menguntungkan bagi dirinyadan  keluarganya. Bila ini terjadi maka orang tersebut tidak boleh serta merta dikucilkan atau dijauhi dalam pergaulan. Upaya merubah pikiran atau keyakinan tersebut boleh dilakukan sepanjang dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan setelah mempertimbangkan berbagai hal sebagai dampak dari KIE dan advokasi yang dilakukan petugas.
4.        Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk perlindungan dari perkosaan, kekerasaan, penyiksaan dan pelecehan seksual. Remaja laki-laki maupun perempuan berhak mendapatkan perlindungan dari kemungkinan berbagai perlakuan buruk di atas karena akan sangat berpengaruh pada kehidupan reproduksi. Contoh: Perkosaan terhadap remaja putri misalnya dapat berdampak pada munculnya kehamilan yang tidak diinginkan oleh bersangkutan maupun oleh keluarga dan lingkungannya. Penganiayaan atau tindakan kekekerasan lainnya dapat berdampak pada trauma fisik maupun psikis yang kemudian dapat saja berpengaruh pada kehidupan reproduksinya.
5.        Hak mendapatkan manfaat dari Kemajuan Ilmu Pengetahuan yang terkait dengan kesehatan reproduksi; Setiap remaja berhak mendapatkan manfaat dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi, serta mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan sebenarbenarnya dan kemudahan akses untuk mendapatkan pelayanan informasi tentang Kesehatan Reproduksi Remaja. Contoh: Jika petugas mengetahui tentang Kesehatan Reproduksi Remaja, maka petugas berkewajiban untuk memberi informasi kepada remaja, karena mungkin pengetahuan tersebut adalah hal yang paling baru untuk remaja.
6.        Hak untuk menentukan jumlah anak dan jarak kelahiran.
Setiap orang berhak untuk menentukan jumlah anak yang dimilikinya serta jarak kelahiran yang diinginkan. Contoh Dalam konteks program KB, pemerintah, masyarakat, dan lingkungan tidak boleh melakukan pemaksaan jika seseorang ingin memiliki anak dalam jumlah besar. Yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman sejelas-jelasnya dan sebenar-benarnya mengenai dampak negatif dari memiliki anak jumlah besar dan dampak positif dari memiliki jumlah anak sedikit. Jikapun klien berkeputusan untuk memiliki anak sedikit, hal tersebut harus merupakan keputusan klien itu sendiri.
7.        Hak untuk hidup (hak untuk dilindungi dari kematian karena kehamilan dan proses melahirkan).
Setiap perempuan yang hamil dan akan melahirkan berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam arti mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan kematian dalam proses kehamilan dan melahirkan tersebut. Contoh; Pada saat melahirkan seorang perempuan mempunyai hak untuk mengambil keputusan bagi dirinya secara cepat terutama jika proses kelahiran tersebut berisiko untuk terjadinya komplikasi atau bahkan kematian. Keluarga tidak boleh menghalanghalangi dengan berbagai alasan.
8.        Hak atas kebebasan dan keamanan berkaitan dengan kehidupan reproduksi.
Hak ini terkait dengan adanya kebebasan berpikir dan menentukan sendiri kehidupan reproduksi yang dimiliki oleh seseorang. Contoh :Dalam konteks adanya hak tersebut, maka seseorang harus dijamin keamanannya agar tidak terjadi” pemaksaaan” atau “pengucilan” atau munculnya ketakutan dalam diri individu karena memiliki hak kebebasan tersebut.
9.        Hak atas kerahasiaan pribadi dengan kehidupan reproduksinya.
Setiap individu harus dijamin kerahasiaan kehidupan kesehatan reproduksinya misalnya informasi tentang kehidupan seksual, masa menstruasi dan lain sebagainya. Contoh: Petugas atau seseorang yang memiliki informasi tentang kehidupan reproduksi seseorang tidak boleh “membocorkan” atau dengan sengaja memberikan informasi yang dimilikinya kepada orang lain. Jika informasi dibutuhkan sebagai dana untuk penunjang pelaksanaan program, misalnya data tentang prosentase pemakaian alat kontrasepsi masih tetap dimungkinkan informasi tersebut dipublikasikan sepanjang tidak mencantumkan indentitas yang bersangkutan.
10.    Hak membangun dan merencanakan keluarga.
Setiap individu dijamin haknya; kapan, dimana, dengan siapa, serta bagaimana ia akan membangun keluarganya. Tentu saja kesemuanya ini tidak terlepas dari norma agama, sosial dan budaya yang berlaku (ingat tentang adanya kewajiban yang menyertai adanya hak reproduksi). Contoh: Seseorang akan menikah dalam usia yang masih muda, maka petugas tidak bisa memaksa orang tersebut untuk membatalkan pernikahannya. Yang bisa diupayakan adalah memberi tahu orang tersebut tentang peraturan yang berlaku di Indonesia tentang batas usia terendah untuk menikah. Dan yang penting adalah memberitahu tentang dampak negatif dari menikah dan hamil pada usia muda.
11.    Hak atas kebebasan berkumpul dan berpartisipasi dalam politik yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi.
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat atau aspirasinya baik melalui pernyataan pribadi atau pernyataan melalui suatu kelompok atau partai politik yang berkaitan dengan kehidupan reproduksi. Contoh: seseorang berhak menyuarakan penentangan atau persetujuan terhadap aborsi baik sebagai individu maupun bersama dengan kelompok. Yang perlu diingatkan adalah dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi tersebut harus memperhatikan azas demokrasi dan dalam arti tidak boleh memaksakan kehendak dan menghargai pendapat orang lain serta taat kepada hukum dan peraturan peraturan yang berlaku.
12.    Hak untuk bebas dari segala bentuk diskriminasi dalam kehidupan berkeluarga dan kehidupan reproduksi.
Setiap orang tidak boleh mendapatkan perakukan diskriminatif berkaitan dengan kesehatan reproduksi karena ras, jenis kelamin, kondisi sosial ekonomi, keyakinan/agamanya dan kebangsaannya. Contoh : Orang tidak mampu harus mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas (bukan sekedar atau asal-asalan) yang tentu saja sesuai dengan kondisi yang melingkupinya. Demikian pula seseorang tidak boleh mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi hanya kerena yang bersangkutan memiliki keyakinan berbeda dalam kehidupan reproduksi. Misalnya seseorang tidak mendapatkan pelayanan pemeriksaan kehamilan secara besar hanya karena yang bersangkutan tidak ber-KB atau pernah menyampaikan suatu aspirasi yang berbeda dengan masyarakat sekitar. Pelayanan juga tidak boleh membedakan apakah seseoranng tersebut perempuan atau laki-laki. Hal ini disebut dengan diskriminasi gender.

2.8.3    Masalah-Masalah Dalam Pemenuhan Hak-Hak Reproduksi Pada Remaja.
Permasalahan remaja yang ada saat ini sangat kompleks dan mengkhawatirkan. Berbagai data menunjukkan bahwa penerapan pemenuhan hak reproduksi bagi remaja belum sepenuhnya mereka dapatkan, antara lain dalam hal pemberian informasi. Hal ini dapat dilihat dari masih rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi yaitu tentang masa subur. Remaja perempuan dan laki-laki usia 15-24 tahun yang mengetahui tentang masa subur mencapai 65 % ( SDKI 2007 ) terdapat kenaikan dibanding hasil SKRRI tahun 2002-2003 sebesar 29% dan 32%. Remaja perempuan dan laki-laki yang mengetahui risiko kehamilan jika melakukan hubungan seksual sekali masing-masing mencapai 63 % (SDKI 2007) terdapat kenaikan dibanding hasil SKKRI tahun 2002-2003 sebesar 49% dan 45%. Hasil penelitian tentang pengetahuan Penyakit Menular Seksual (PMS) yang dilakukan di DKI Jakarta oleh LD-UI tahun 2005 menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang PMS masih sangat rendah kecuali mengenai HIV dan AIDS yaitu sekitar 95%, Rajasinga sekitar 37%, penyakit kencing nanah 12%, herpes genitalis 3%, klamida/kandidiasis 2%, Jengger ayam 0,3%.
Data diatas menunjukkan bahwa pengetahuan remaja tentang Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) masih sangat rendah karena terbatasnya akses informasi KRR kepada remaja. Demikian pula halnya dengan pemberian pelayanan kesehatan reproduksi bagi remaja. Kelompok remaja memiliki karakteristik tersendiri sehingga memerlukan pelayanan yang juga spesifik. Namun sayangnya selama ini masih sangat sedikit pelayanan kesehatan reproduksi yang dikhususkan bagi remaja. Pelayanan kesehatan untuk remaja yang ada saat ini lebih dirancang untuk melayani orang  dewasa atau pasangan suami istri.
Di sisi lain ada indikasi tingginya perilaku seksual bebas dikalangan remaja yang dapat berakibat terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, PMS dan Infeksi Menular Seksual. Remaja yang cenderung rentan terkena dampak kesehatan reproduksi adalah remaja putus sekolah, remaja jalanan, remaja penyalahguna napza, remaja yang mengalami kekerasan seksual, korban nperkosaan dan pekerja seks komersial. Mereka ini sebenarnya memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang lebih spesifik atau yang juga dikenal dengan strategi pelayanan remaja yang bermasalah atau dikenal dengan istilah strategi second chance. Bagi remaja yang mengalami resiko Triad KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS dan Napza) yang memerlukan pelayanan kesehatan ternyata belum dapat akses ketempat pelayanan sesuai yang diinginkan. Hal ini karena tempat-tempat pelayanan yang ramah remaja masih sangat sedikit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diharapkan Pemerintah melalui berbagai sektor baik Pusat maupun daerah serta, LSM dapat berperan aktif memberikan informasi dan pelayanan serta pemenuhan hak-hak reproduksi bagi remaja. Dengan mendapat informasi yang benar mengenai resiko Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), maka diharapkan remaja akan semakin berhati-hati dalam melakukan aktifitas kehidupan reproduksinya. Untuk itu Pemerintah dituntut untuk menyediakan perangkat peraturan Per Undang-Undangan yang banyak berpihak kepada remaja. Karena hak reproduksi merupakan bagian integral dari hak azasi manusia maka pemerintah berkewajiban untuk melindungi individu/masyarakat yang hak reproduksinya dilanggar.


















Tidak ada komentar:

Posting Komentar